LasserNewsToday, New Delhi (India) |
Mahkamah Agung India, pada Senin (11/01/2021), mengkritik Pemerintah karena gagal memecahkan kebuntuan dengan para peta yang selama ini telah memprotes reformasi sektor pertanian di negara itu.
Puluhan ribu petani telah berkemah di pinggiran ibu kota, New Delhi, selama lebih dari sebulan, dan telah berjanji untuk berbaris selama perayaan Hari Republik pada 26 Januari, bertentangan dengan apa yang mereka lihat sebagai hukum yang memberi keuntungan besar bagi pembeli swasta pada biaya produsen.
Ketua Mahkamah Agung, Sharad Arvind Bobde mengatakan dalam sidang pada Senin (11/01/2021) bahwa konfrontasi yang berlarut-larut akan menyebabkan kesulitan bagi para petani.
“Kami sangat kecewa dengan cara Pemerintah menangani semua ini.” Kata Bobde.
“Kami tidak tahu proses konsultasi apa yang Anda ikuti sebelum proses hukum. Banyak negara bagian yang membrontak.” Lanjut Bobde.
Dia mengulangi sarannya agar Pemerintah menghentikan Undang-undang untuk sementara waktu, sementara kekhawatiran dan keluhan para petani perlu didengarkan. Dia juga mengatakan bahwa pengadilan akan mengeluarkan perintah jika kedua belah pihak tetap menemui jalan buntu.
Sementara itu, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan bahwa Undang-undang tersebut bertujuan untuk memodernisasi system pertanian kuno, yang menimbulkan pemborosan besar-besaran dan kemacetan dalam rantai pasokan.
Tetapi para pemimpin pertanian mengatakan bahwa Undang-undang tersebut merupakan upaya untuk mengikis harga dukungan minimum yang telah lama ada untuk tanaman mereka, dan mereka menginginkan pencabutan penuh Undang-undang tersebut.
Pemerintah telah mengatakan “tidak ada pertanyaan” dalam hal ini, dan dalam delapan putaran pembicaraan telah gagal menemukan titik temu. Kedua belah pihak akan mengadakan pertemuan berikutnya, pada Jumat (15/01/2021).
[Sumber: Reuters: Reporter: Suchita Mohanty; Penulis: Alasdair Pal; Editor: Sanjeev Miglani, Robert Birsel; Alih bahasa: Marolop Nainggolan-LNT].
(LNT-Lnsr/ed. MN-Red)
Discussion about this post