LasserNewsToday, Bangkok (Thailand) |
Polisi Thailand menyemprotkan cairan menyengat dari water cannon ke ribuan pengunjuk rasa, Jumat (17/10/2020) dalam eskalasi paling kejam dari tiga bulan demonstrasi melawan pemerintahan Perdana Meteri Chan-ocha, mantan pemimpin junta.

Para pengunjuk rasa menentang larangan Pemerintah pada pertemuan untuk hari kedua di Bangkok, melawan polisi helm yang maju dengan tongkat dan tameng anti huru-hara. Dalam adegan yang menyerupai protes di Hong Kong, para pengunjuk rasa memegang payung mengalangi air.
Protes yang dipimpin oleh para pemuda tersebut telah tumbuh menjadi tantangan terbesar selama bertahun-tahun terhadap pembentukan politik yang didominasi oleh tokoh-tokoh militer dan Istana Kerajaan Raja Maha Vajiralongkorn.
“Pemerintah diktator menggunakan kekerasan untuk membubarkan rakyat.” Kata Tattep Ruangprapaikitseree, salah seorang pemimpin unjuk rasa.
“Dia ditangkap beberapa jam kemudian bersama 6 orang pengunjuk rasa lainnya.” Kata Polisi.
Raja tidak memberikan komentar langsung atas protes tersebut, tetapi dalam komentar yang disiarkan di telivisi Pemerintah, dia mengatakan, “Thailand membutuhkan orang-orang yang mencintai negara dan mencintai monarki.”
Hingga saat ini, polisi belum menggunakan kekuatan besar untuk menekan protes damai yang telah menarik puluhan ribu orang, meskipun sekitar 50 demonstran – termasuk pemimpin – telah ditangkap dalam sepekan terakhir.
Seorang jurnalis media online, Prachatai juga ditangkap secara langsung, demikian kata outlet independen tersebut.
Pemerintah melarang pertemuan politik lebih dari 5 orang pada Kamis (16/10/2020), dan juru bicara Polisi, Kissana Phathanacharoen membela bahwa penggunaan water cannon masih proporsional. “Bahan kimia di dalam air tidak berbahaya.” Katanya. “Polisi mematuhi standar internasional untuk membubarkan demonstrasi.” Katanya lagi dalam sebuah konferensi pers.
Para organiser juga mengatakan kepada pengunjuk rasa untuk bubar setelah lebih dari 3 jam mereka berkumpul.
“Saya tidak takut pada keselamatan saya sendiri. Saya lebih mengkhawatirkan masa depan negara.” Kata seorang pengunjuk rasa Poom (31), yang tidak menyebut nama lengkapnya.
Unjuk rasa dilaporkan dari seluruh provinsi di seluruh Thailand sebagai suatu reaksi. Sebuah demonstrasi bermunculan di kampus universitas di luar Bangkok dan polisi berhadapan langsung dengan sekelompok orang lainnya di jalan-jalan kota.
Tidak Berhenti
Prayuth pertama kali mengambil alih kekuasan sebagai panglima militer dalam kudeta 2014. Kritikus mengatakan dia merekayasa pemilihan umum tahun lalu untuk tetap memegang kekuasaan sebagai Perdana Menteri Sipil. Hia mengatakan pemilihan umum tersebut adalah adil.
Para pengunjuk rasa juga menginginkan konstitusi baru, untuk menggantikan yang telah dirancang di bawah pemerintahan militer.
“Saya tidak akan berhenti.” Kata Prayuth kepada wartawan setelah rapat kabinet darurat seraya menambahkan bahwa tindakan darurat akan berlaku hingga 30 hari.
Seruan-seruan juga meningkat di antara pengunjuk rasa untuk reformasi monarki yang dituduh oleh pengunjuk rasa membantu memperkuat pengaruh militer selama beberapa dekade dalam politik.
Satu-satunya insiden spesifik yang dikutip oleh Pemerintah untuk pemberlakukan tindakan darurat adalah dimana iring-iringan mobil Ratu Suthida diejek, tetapi juga dikatakan protes merusak ekonomi dan keamanan nasional.
Polisi mengatakan bahwa pada hari Jumat (17/10/2020) bahwa 2 pria akan didakwa dengan pencobaan kekerasan terhadap ratu, yang membawa kemungkinan hukuman mati jika nyawa Ratu dianggap terancam. Kalaupun tidak, tuduhan itu bisa berarti dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (KT HAM PBB) mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan situasi di Thailand, terutama penerapan dakwaan serius terhadap orang-orang yang menggunakan hak mereka secara damai.
Partai oposisi parlemen Thailand mengutuk tindakan darurat dan tindakan berlebihan dari Pemerintah dalam membubarkan demonstrasi.
“Penggunaan kekerasan untuk menekan protes menambah bahan bakar api kebencian dan meningkatkan krisis iman.” Kata enam pihak partai oposisi dalam sebuah pernyataan.
Sumber: Reuters
Reporter: Patipicha Tanakasempipat dan Panu Wongcha-um
Alih bahasa: Marolop Nainggolan-LNT/Red
Discussion about this post