LasserNewsToday, Jakarta |
Karen Agustiawan mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama (Dirut) PT. Pertamina (Persero) pada 1 Oktober 2014. Mundur karena merasa cukup mengabdikan dirinya di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) bidang minyak dan gas bumi (migas) satu-satunya dan merupakan BUMN yang terbesar di republik Indonesia ini, dan berniat akan mengajar di Universitas Harvard Boston di Amerika Serikat.
Sejak dilantik menjadi Dirut Pertamina pada 5 Februari 2009, Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Binsar Effendi Hutabarat ditegaskan dalam rilisnya kepada pers. Kamis. (27/9/2018), Karen telah banyak melakukan gebrakan untuk membawa Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia.
Di tahun 2011 setelah Karen menahkodai Pertamina, perusahaan National Oil Company (NOC) tersebut masuk dalam daftar 500 perusahaan dengan menempatkan posisi urutan 122 yang mampu mencetak pendapatan terbesar di dunia versi Fortune Global 500.
Menurut Binsar Effendi yang Panglima Gerakan Spirit ’66 Bangkit (GS66B) menerangkan jika tahun 2013, Pertamina berhasil membukukan total pendapatan sebesar US$ 71,1 milyar.
“Pada tahun 2013 itu juga Bu Karen sebagai Dirut Pertamina diakui dunia dalam daftar 50 wanita paling berpengaruh dan berkuasa pada dunia bisnis di dunia versi majalah Fortune. Mungkin karena Bu Karen berani membeli aset milik ConocoPhillips di Aljazair, termasuk tokoh dibalik pembelian saham ladang migas milik Exxon di Irak,” ungkap Binsar Effendi yang juga Ketua Dewan Penasehat Laskar Merah Putih (LMP) yang didampingi Kepala bidang Investigasi Togi M Hutabarat dari markas eSPeKaPe dibilangan Jatinegara Jakarta Timur.
“Bu Karen itu pernah bertekad agar Pertamina masuk peringkat 100 besar dengan pertimbangan jika produksi minyak mencapai 2,2 juta barel perhari (bph) dari produksi 440 ribu bph saat 2013. Hal ini bisa dicapai jika Pertamina melakukan aksi korporasi melalui akuisisi dengan Blok migas di luar negeri, serta berani mengambil alih blok minyak di tanah air yang kontraknya sudah habis” lanjut Ketua Umum eSPeKaPe.
Namun beber Binsar Effendi terkait akuisisi suatu lapangan minyak yang menjadi strategi bisnis Pertamina, Karen pernah berucap dalam wawancara khusus dengan sebuah media nasional dan diberitakan pada 26 November 2013.
“Bu Karen dengan tegas mengucapkan jika akuisisi suatu lapangan minyak sama seperti perusahaan minyak lain, dan itu seperti judi. Bu Karen katakan secanggih-canggihnya terkait akuisisi di lapangan minyak, itu bisa saja meleset dari prediksi yang sudah terkalkulasi lebih dulu. Dan tingkat keberhasilannya itu fifty-fifty” ulas Binsar Effendi.
Untuk itu saat adanya kegagalan Pertamina mengakuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) milik ROC Oil Limited di Australia yang dilakukan anak usaha Pertamina, yakni PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) yang semula diharapkan menghasilkan 812 bph tapi hanya bisa menghasilkan 252 bph, bahkan pada 5 November 2010 pihak ROC Oil Limited menyatakan Blok BMG ditutup.
Menurut Ketua Umum eSPeKaPe, diyakinkan resiko yang bakal muncul oleh Karen Agustiawan sebagai Dirut Pertamina saat itu sudah dimitigasi diawalnya.
“Bagaimanapun namanya usaha hulu migas yang mengandung high cost, high technologi dan high risk sekalipun resikonya sudah diprediksi sebelumnya tapi kemudian meleset. Menurut hemat kami di eSPeKaPe, setidaknya Pertamina sudah melakukannya secara maksimal. Perusahaan minyak dunia sebesar Exxon saja pernah dry hole (kering) saat mengebor di Surumana”, beber Binsar Effendi.
Akuisisi Pertamina ada di 12 negara, yaitu di Irak, Aljazair, Malaysia, Gabon, Kanada, Kolombia, Perancis, Italia, Myanmar, Namibia, Nigeria dan Tanzania, yang berhasil merealisasikan produksi minyak mentah (crude oil) dari lapangan minyak di luar negeri itu sampai mencapai 104 ribu bph.
“Jadi, akuisisi dilapangan minyak di luar negeri oleh Pertamina, adalah murni kegiatan aksi korporasi. Sebab itu jika ada kegagalan dalam aksi korporasi menurut hemat kami di eSPeKaPe bukanlah merugikan keuangan negara. Sebab berdasarkan UU BUMN, kekayaan negara itu terpisahkan antara keuangan negara dengan keuangan BUMN. Itu sebab kami di eSPeKaPe belum yakin Bu Karen melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan investasi Pertamina melalui akuisisi Blok BMG di Australia yang menyeret Bu Karen oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung jadi tersangka melakukan perbuatan tindak pidana korupsi, menurut hemat kami kurang tepat dan kurang terukur” imbuh Binsar Effendi.
“Itu sebabnya pula pihak eSPeKaPe mendukung jika kuasa hukum Bu Karen mengajukan penangguhan penahanan, termasuk kami sarankan untuk Bu Karen gunakan hak untuk gugat melalui pra peradilan. Kami, eSPeKaPe, siap membantu untuk pendampingan hukumnya jika memang dibutuhkan” sela Kepala bidang Investigasi eSPeKaPe, Togi M Hutabarat.
(LNT/Red)
Discussion about this post