LasserNewsToday, Jakarta |
Hakim Panel 3 Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra meminta penjelasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya terkait dengan dalil keterlibatan Pemerintah Kota Surabaya dan Tri Rismaharini dalam pemenangan salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setempat.
Dalam sidang sengketa hasil Pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (02/02/2021) yang disiarkan secara daring, Saldi Isra menilai KPU Kota Surabaya tidak menjawab dalil-dalil permohonan pasangan calon Machfud Arifin–Mujiaman.
Ketika dia menannyakan jawaban berbagai kecurangan yang didalilkan permohon, anggota KPU Kota Surabaya, Agus Turcham mengatakan bahwa pelanggaran Pilkada merupakan kewenangan Bawaslu untuk menjawab.
Saldi Isra lantas menanyakan kepada KPU Kota Surabaya mengenai isi surat dari Tri Rismaharini kepada warga Surabaya untuk memilih satu pasangan calon.
Agus Turcham awalnya menuturkan tidak mengetahui surat tersebut karena tidak termasuk bagian dari bahan kampanye. Akan tetapi, kemudian menjawab mengetahui adanya surat itu.
“Nah, ini sudah mulai bergeser Saudara ini. Ini Anda pernah tahu ada, ya.” Kata Saldi Isra.
Selanjutnya, dia mengingatkan semestinya KPU sebagai termohon memberikan jawaban terhadap dalil-dalil pemohon, sementara Bawaslu hanya membantu dengan keterangan yang diberikan.
Adapun pasangan calon Machfud Arifin dan Mujiaman menyebut pelaksanaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya diwarnai pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), di antaranya dengan keterlibatan Pemerintah Kota (Pemko) dalam memfasilitasi pasangan calon Nomor Urut 1 Eri Cahyadi – Armuji.
Kecurangan yang disebut pemohon, antara lain Tri Rismaharini yang saat itu masih menjabat sebagai Wali Kota seolah menjadi simbol pemenangan Eri Cahyadi–Armuji, menggunakan bantuan sosial Pemerintah Pusat untuk pemenangan serta memobilisasi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) melalui pembagian penghargaan untuk pemengangan pasangan itu.
Sementara itu, Pemko Surabaya didalilkan, di antaranya melakukan perbaikan terhadap fasilitas yang diajukan oleh warga pendukung pasangan Eri Cahyadi–Armuji, melakukan program pemberian makan gratis untuk pemilih lanjut usia, dan memobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Namun, pemohon tidak menyertakan alat bukti untuk dalil masifnya keterlibatan Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya pemenangan salah satu calon.
Pihak terkait Eri Cahyadi–Armuji pun dalam sidang itu membantah keterlibatan dalam program-program Pemerintah Kota Surabaya yang dilaksanakan di kediaman Tri Rismaharini dan justru menyebut machfud Arifin dan Mujiaman yang lebih sering melibatkan Aparatur Sipil Negara. (ASN).
Bawaslu: Risma Tak Terbukti Lakukan Pelanggaran Pilkada
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Surabaya menyatakan bahwa Tri Rismaharini tidak terbukti melakukan pelanggaran dalam Pilkada setempat terkait dugaan kampanye terselubung. Ketua Bawaslu Kota Surabaya, Muhammad Agil Akbar dalam sidang sengketa hasil Pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, mengatakan bahwa surat Tri Rismaharini kepada warga Surabaya untuk memilih salah satu pasangan calon tidak mencantumkan jabatan sebagai Wali Kota Surabaya.
“Lalu, surat tersebut memiliki kode batang yang kemudian apabila di-scan itu tertembus pada PDIP Jawa Timur.” Kata Agil Akbar.
Surat itu diterbitkan pada tanggal 22 November 2020 yang merupakan hari Minggu atau hari libur, sehingga Tri Rismaharini tidak memerlukan izin cuti kampanye.
Sementara itu, untuk dalil memanfaatkan pertemuan dalam kapasitas sebagai Wali Kota Surabaya untuk mengajak memilih pasangan Nomor Urut 01, Eri Cahyari–Armuji, Bawaslu mencatat Tri Rismaharini melakukan kampanye sebanyak 21 kali dan tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran pemilihan.
Soal ditemukannya baliho bergambar Eri Cahyadi dan Armuji beserta Tri Rismaharini, Bawaslu menilai baliho itu bukan termasuk alat peraga kampanye karena saat itu belum ditetapkan sebagai calon.
KPU Surabaya: Machfud Arifin–Mujiaman Tak Keberatan dengan Hasil Rekapitulasi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menyebut bahwa pasangan Machfud Arifin–Mujiaman tidak keberatan dengan hasil perolehan suara yang ditetapkan dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kota.
“Pemohon tidak sedikit pun membantah perolehan suara masing-masing pasangan calon yang telah ditandatangani oleh saksi pemohon.” Ujar Kuasa Hukum KPU Kota Surabaya, Sri Sugeng Pujiatmiko.
Ia mengatakan bahwa rekapitulasi penghitungan suara tingkat kota pada tanggal 15–17 Desember 2020 dihadiri oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se-Surabaya, Bawaslu, dan seluruh saksi pasangan calon.
Menurut Kuasa Hukum KPU Kota Surabaya, semua saksi pasangan calon, termasuk saksi mandat Machfud Arifin–Mujiaman, menandatangani Formulir Model D hasil kabupaten/kota. Untuk itu, KPU Kota Surabaya menilai perolehan suara yang tertuang dalam Formulir D hasil kabupaten/kota KWK yang dituangkan dalam Keputusan KPU Kota Surabaya tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara pada tanggal 17 Desember 2020, pukul 12.47 WIB adalah sah dan tetap berlaku.
Sesuai dengan hasil rekapitulasi KPU Kota Surabaya, Eri – Armuji meraup 597.540 suara, sedangkan Machfud Arifin–Mujiaman 451.794 suara, dengan total suara sah 1.049.334.
Selain itu, KPU Kota Surabaya menilai permohonan pasangan Nomor Urut 02 Machfud Arifin–Mujiaman tidak jelas karena tidak konsisten antara dalil dan permintaan.
“Posita mendalilkan 20 kecamatan. Akan tetapi, di petitum meminta untuk pemungutan suara ulang di 31 kecamatan.” Tutur Sri Sugeng Pujiatmiko.
Dalam permohonannya, Machfud Arifin – Mujiaman mendalilkan pelaksanaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya diwarnai pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), di antaranya dengan keterlibatan Pemerintah Kota dalam memfasilitasi pasangan calon Nomor Urut 1, Eri Cahyadi–Armuji.
[Sumber: ANTARANEWS.com: Pewarta: Dyah Dwi Asturi: Editor: D. Dj. Kliwantoro]
(LNT-Lnsr/ed. MN-Red)
Discussion about this post