LasserNewsToday, Tahun 1970-an, kuliner pecel lele khas Lamongan mulai hadir di Jakarta, dan hingga kini berkembang ke seluruh Indonesia. Eksistensi (keberadaan) kuliner tersebut memang tak main-main. Tentu, ini pun menjadi ladang bisnis yang menjanjikan bagi banyak orang; termasuk Hartono sang pelukis spanduk pecel lele.
Ketika membicarakan warung kaki lima pecel lele, bukan hanya tentang nasi, lalapan, sambal, dan ikan lelenya saja. Melainkan, hal yang begitu identik lainnya adalah spanduk bertuliskan pecel lele khas Lamongan, dengan berbagai gambar dan perpaduan warna yang cerah.
Sejarahwan, J.J. Rizal mengatakan bahwa spqnduk pecel lele merupakan identitas utama dari arsitektur warung tersebut.
“Ya, warungnya dengan spanduknya itu, kan, jelas sekali. Khas banget. Kita pergi ke berbagai tempat, itu sudah seperti arsitektur ruang, yang menjadi penanda bahwa itu warung pecel lele,” terang Rizal.
Salah satu sosok di balik pembuat spanduk pecel lele tersebut adalah Hartono, laki-laki asal Desa Ngayung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Selama 14 tahun menekuni profesi tersebut, Hartono telah mendapatkan orderan dari seluruh kota besar di Indonesia. Maka tak heran, bila pendapatan laki-laki berusia 42 tahun ini bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulannya.
Hartono lebih jauh menjelaskan bahwa awalnya dia juga merupakan seorang penjual pecel lele. Namun, tahun 2008 memituskan untuk gantung wajan dan menjadi seorang pembuat spanduk pecel lele.
Hal ini tidak terlepas dari bakat dan hobi melukisnya yang telah muncul sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Oleh karena itu, ketika Hartono memulai menjadi seorang penjual lele dan membutuhkan bantuan temannya untuk dibuatkan spanduk, ternyata temannya itu menolak dengan dalih bahwa Hartono bisa melukisnya sendiri.
“Ketika saya butuh (spanduk pecel lele), ditolak. Alasannya, ya, saya sendiri juga menurut dia bisa melukis. Akhirnya dia enggak mau. Dia ngasih masukan, bikin sendiri saja,” kisah Hartono.
Sejak saat itu, berangsur-angsur mulai banyak orang yang meminta untuk dibuatkan spanduk pecel lele ke Hartono. Bahkan, pelanggan tetapnya saja sudah mencapai 700 pedagang lebih.
Pendapatan Pelukis Spanduk Pecel Lele
Meskipun begitu, dalam satu bulan, Hartono bisa menyelesaikan spanduk dengan jumlah total, kurang lebih tiga rol kain atau sekitar 250 meter. Adapun, satu spanduk biasanya berukuran tiga hingga lima meter tergantung tempat konsumen berjualan.
Sementara itu, satu meter spansuk pecel lele memiliki harga berkisar Rp 140 – 160 ribu. Hal ini bergantung pada permintaan konsumen, seperti jenis kain dan jumlah gambar pada spanduk pecel lele. Oleh karena itu, Hartono yang membuka bisnis di daerah Bekasi Selatan tersebut, bisa meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulannya.
“Tinggal dihitung saja, Rp 140 ribu dikali 250 atau 300 meter, itu angka (pendapatan) akan ketemu. Ya, kalau dikumpulkan bisa puluhan juta rupiah,” ungkap Hartono.
Namun, Hartono juga menegaskan bahwa penghasilan tersebut bersifat relatif dan masih harus dipotong dengan berbagai keperluan lainnya. Selain itu, banyaknya orderan yang masuk juga terkadang menjadi tantangan tersendiri bagi Hartono, khususnya ketika konsumen menanyakan kapan spanduknya selesai.
“Kalo soal konsumen teriak-teriak ‘Pak kapan punya saya jadi?’ Nah, itu yang bikin mumet. Udah dari awal itu dibilang, saya enggak bisa mastiin kapan jadi, saya cuma bisa ngasih estimasi perkiraan,” ujar Hartono.
Hal ini cukup wajar, mengingat pengrajin spanduk pecel lele sangat jarang, bahkan bisa dihitung dengan jari. Oleh karena itu, jangan heran bila spanduk pecel lele karya Hartono sudah tersebar dari Aceh hingga Papua.
Bukan Hanya Profesi tapi Menyangkut Seni
Hingga saat ini Hartono mengaku tak dibantu oleh karyawan satu orang pun untuk menyelesaikan pesanan spanduk pecel lele buatannya. Lantaran menurutnya, spanduk pecel lele merupakan sebuah karya seni.
“Sebetulnya saya kepingin karyawan itu, cuma profesi ini tuh menyangkut seni, terus menyangkut ketelatenan dan sebagainya. Makanya pengrajin spanduk ini sangat sulit, sangat jarang banget kalo enggak punya skill, enggak punya hobi, naluri yang pas; enggak semua orang bisa. Nah itu, sulitnya itu di situ, makanya pengrajin spanduk bisa dihitung dengan jari,” terangnya.
Di sisi lain, berbekal pengalamannya dalam dunia kuliner pecel lele, baik itu ketika menjadi penjual dan khususnya sebagai pelukis spanduk pecel lele. Hartono berkeinginan untuk dapat segera pulang ke kampung halamannya. Dirinya pengin membantu mengembangkan bakat anak muda, agar ada generasi penerus pelukis spanduk pecel lele.
“Untuk ke depan, saya ingin pulang kampung. Di Lamongan saya ingin ngembangin bakat anak-anak muda. Saya kepingin di kamoung saya itu dijadiin kampung spanduk. Saya kepingin bina dan latih mereka sambil bekerja,” ujar Hartono.
(Kumparan.com/MN).
Discussion about this post