LasseeNeesToday, Jakarta |
Hari Jum’at, 14 September 2018, jam 07:24:44 am, Juru Bicara Pelaut Senior Teddy Syamsuri mendapatkan pesan singkat (sms) dari nomor ponsel 087775054463 tanpa diketahui nama pemiliknya.
Adapun pesannya menjelaskan yang harus menjadi perhatian Pelaut Indonesia bahwa setelah Kongres Luar Biasa (KLB) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) pada 15-17 Desember 2017 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat menghasilkan Mathias Tambing yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan merangkap Bendahara KPI ditunjuk menjadi Presiden KPI, dan jabatan Sekjen merangkap Bendahara KPI yang ditinggalkan ditunjuk nama Dewa Nyoman Budiase.
Selanjutnya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KPI pada 26-28 Juli 2018 lalu di Hotel Treva Menteng Jakarta Pusat, salah satunya menghasilkan agenda pelaksanaan Kongres KPI tahun 2018 ini.
Namun menurut pesan tersebut, agenda Kongres KPI masih terkendala dengan perseteruan antara Presiden KPI Mathias Tambing dengan sekjennya Budiase. Perseteruan itu dituliskan terkait selisih jumlah keuangan yang diserahkan terimakan oleh Mathias kepada Budiase berjumlah Rp. 128 milyar.
Pasalnya berdasarkan hitungan penerimaan uang kontribusi dari perusahaan yang ber-CBA (Collective Bargaining Agreement) atau ber-KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) dengan KPI dan disyahkan oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan (Dirkapel) Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan (Kemenhub), seharusnya berjumlah Rp. 263 milyar. Dengan demikian masih ada selisih Rp. 135 milyar yang belum diserahterimakan oleh Mathias selaku Presiden KPI kepada sekjen merangkap bendaharanya Budiase, dan diupayakan agar selisih keuangan organisasi KPI tersebut dapat diserahkan Mathias ke organisasi KPI.
Dalam pesan itu juga mengajak Pelaut Indonesia mendukung perjuangan Sekjen merangkap Bendahara KPI Dewa Nyoman Budiase dalam upaya membenahi organisasi KPI. Bahkan dari pesan itu, dukungan Pelaut Indonesia bisa mengontak nomor ponsel 08123804098.
Terlepas dari adanya perseteruan di tubuh Pengurus Pusat (PP) KPI yang berkantor di Gedung Pusat Perkantoran Cikini di Jalan Cikini Raya No 58AA/BB Jakarta Pusat, yang nampaknya ada perubahan positif untuk membenahi keuangan organisasi KPI dari aspek keuangan organisasi sebagai aset KPI. Dan serta merta komunitas Pelaut Senior yang sudah purna layar tapi anggota KPI dan berkontribusi, menurut jurubicaranya menyambut baik adanya perubahan sikap ditengah perseteruan di PP KPI sendiri.
Untuk hal membenahi organisasi KPI secara utuh atau menyelamatkan organisasi KPI sesuai tuntutan jaman yang kepengurusan tingkat pusatnya harus memenuhi tuntutan regenerasi dan tetap didasarkan pada UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh (UU SP/SB) dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaga Kerja). Sebab apapun yang organisasi SP/SB agendakan harus merujuk pada UU SP/SB dan UU Tenaga Kerja, karena amanat konstitusi Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan jika negara Indonesia adalah negara hukum.
Dengan demikian menurut hemat Jubir Pelaut Senior Teddy Syamsuri yang juga Jubir Gerakan Spirit ’66 Bangkit (GS66B), apapun perseteruan ditubuh PP KPI harus diselesaikan melalui forum yang tepat terkait kisruh keuangan organisasi KPI yang tentunya lebih bersifat keadaan memaksa untuk diselesaikan secara tuntas.
“Urusan selisih keuangan organisasi KPI yang berjumlah Rp. 135 milyar bukanlah penyelesaiannya dilakukan dengan forum yang biasa seperti dengan melalui Kongres KPI. Tapi harus diselesaikan melalui forum luar biasa, atau dengan KLB KPI” ujar Teddy yang juga Ketua Umum Lembaga Informasi dan Komunikasi Pembangunan Solidaritas Angkatan 1966 (Lintasan ’66) dalam rilisnya kepada pers (14/9/2018).
Menurut Teddy yang Sekretaris Dewan Pembina Seknas Jokowi DKI, selisih Rp. 135 milyar bukanlah uang kecil meski dari hitungan komunitas Pelaut Senior selama 17 tahun (2001-2018) uang organisasi KPI dari penerimaan setoran kontribusi seharusnya mendekati Rp. 800 milyar, bukan Rp. 236 milyar. Atau seharusnya berselisih Rp. 672 milyar setelah diserahkan Rp. 128 milyar.
“Namun tak soal tentang selisih, yang pasti Rp. 135 milyar yang belum diserahkan oleh Presiden KPI Mathias ke Budiase selaku sekjen dan bendaharanya KPI harus dipertanggungjawabkan melalui KLB KPI, bukan melalui Kongres KPI” ungkap Teddy yang didampingi Hasoloan Siregar, Joko Saliyono, Kusnadi, Amin Nabu dan Tonny Pangaribuan.
Bagaimanapun jika merujuk Pasal 32 UU SP/SB, keuangan dan harta kekayaan SP/SB seperti organisasi KPI harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk uang organisasi KPI yang didapat dari pembayaran Pelaut untuk kepentingan mendapatkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) produk BNP2TKI dan urusan Seafarers Identify Document (SID) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubla Kemenhub sekitar Rp. 8 milyar yang infonya menjadi tanggung jawab Wakil Sekjen KPI Sonny Pattiselano.
Selanjutnya jika mengacu Pasal 18 ayat (1) UU SP/SB yang menyebutkan SP/SB yang telah terbentuk harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung-jawab dibidang ketenagakerjaan untuk dicatat.
“Sebab itu Pelaut Senior selalu meminta KLB KPI yang difasilitasi oleh pemerintah terkait, bukan seperti yang terjadi pada KLB KPI akhir 2017 yang diundangkannya ditandatangani oleh Capt Hasudungan Tambunan selaku Presiden KPI dan Sekjennya Mathias selaku penyelenggara KLB KPI tersebut. Itu sebabnya Pelaut Senior langsung menolak KLB KPI tersebut, karena mengacu pada makna Pasal 18 ayat (1) UU SP/SB tersebut”, ungkap Teddy tandas.
Jubir Pelaut Senior kembali mengingatkan Pasal 1 angka 1 UU SP/SB jika SP/SB adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
“Tidak terkecuali untuk SP/SB yang bernama KPI dimana framing regulasi tersebut juga diberlakukan oleh organisasi KPI dalam Pembukaan Anggaran Dasar (AD) KPI pada frasa kami Pelaut Indonesia bersepakat membentuk organisasi KPI dari, oleh dan untuk Pelaut Indonesia. Sebab itu perseteruan antara Presiden KPI Mathias dan Sekjen Budiase terkait selisih uang organisasi KPI Rp 135 milyar harus diselesaikan oleh Pelaut Indonesia baik sebagai anggota aktif maupun anggota pasif, baik belum menjadi anggota maupun yang sudah purna layar tapi sudah berkontribusi di KPI, melalui KLB KPI yang difasilitasi oleh pemerintah terkait untuk mencegah munculnya peserta KLB KPI yang tidak jelas, yang diduga bukan pelaut tapi preman yang direkrut oleh oknum PP KPI” pungkas Jubir Pelaut Senior seraya ajakan mendukung upaya pembenahan organisasi KPI oleh Sekjen KPI Nyoman Budiase secara pribadi bisa juga diberi dukungan dengan catatan asal melalui KLB yang tidak bisa ditawar-tawar.
(LNT/Red)
Discussion about this post