LNT- Simalungun (Sumut) |
Hutan wilayah Tahura ll Bukit Barisan terletak di Dusun Tanjung, nagori Bawang, Kecamatan Dolok silau, Kabupaten Simalungun yang berbatasan dengan Tanah Karo sampai hari ini terus berlangsung dan dirusak tanpa ada tindakan tegas dari Dinas Kehutanan Propinsi sumut dan Polres Simalungun.
Hal ini dikatakan Kabid Lingkungan hidup Barisan Relawan Jokowi Presiden (Ormas BARA-JP Simalungun) Selasa (7 -11/2017) di kantor Mabes Lasernewstoday.com.
Untuk memuluskan aksinya, pihak pengusaha yang disebut sebut di beckup oknum Polres siantar, dan akan membayar kayu pinus dengan harga Rp 6 juta / Satu Intercooler dan uangnya akan diberikan kepada Tandingen Tarigan warga dusun Tanjung, nagori Bawang, kecamatan Dolok silau, kabupaten Simalungun, propinsi Sumatera utara.
Info yang dihimpun, penebangan ini dilakukan dengan dalih hutan milik masyarakat dusun Tanjun dengan Nomor SKT:971/Vl/2016, atas nama Tandingan Tarigan.
Saat ini akibat perusakan hutan yang dilakukan para mafia kayu dihutan Bukit Barisan, membuat luas hutan tersebut semakin berkurang. Para pengusaha kayu secara terang-terangan menebangi kayu dan sipemilik surat keterangan hak milik membakar lahan hutan tersebut untuk dijadikan perladangan, tapi tak ada tindakan tegas,”ujar Sakeus Tarigan.
Menurut Tarigan, yang juga pemerhati hutan Simalungun menjelaskan sejak zaman Belanda dan Kerajaan Purba Tambak telah ditetapkan, areal hutan lindung tahura II bukit barisan dan Simacik II sekitarnya.
Kawasan hutan tersebut terhampar di punggung pegunungan Tahura ll Bukit Barisan yang terletak di Dusun Tanjung. Tapi sayang, setiap tahun luas areal tersebut mengalami kepunahan akibat perambahan, “Hingga kini perambahan kawasan hutan lindung Tahura II terus berlanjut secara berkesinambungan, bahkan Pangulu bebas menerbitkan SKT di bawah tangan kepada masyarakat,”ujar Tarigan lagi.
Adapun hutan yang tengah dirusak itu antara lain seperti di Dusun Tanjung, nagori Bawang Kecamatan Dolok silau, Kabupaten Simalungun. Tarigan menyebutkan, di sepanjang areal hutan tersebut pernah menjadi sasaran reboisasi dengan proyek Gerakan Nasional-Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) pada 1970 – 1976 dengan sejumlah kelompok masyarakat pecinta hutan, yang melaksanakan proyek dengan berbiaya Miliaran rupiah.
Namun, ironisnya tak satupun kegiatan GN-RHL di lokasi tersebut yang kelihatan, semuanya ludes dibabat para pengusaha mafia kayu dari luar wilayah Simalungun dan tentu menambah daftar pengurangan (deforestasi) luas areal kawasan hutan lindung tahura II, begitu juga kawasan hutan lindung Simacik ll.
Sakeus menyatakan, seharusnya pihak Dishut Propinsi Sumut berpedoman kepada peraturan dan perundang-undangan berlaku sebagaimana diamanahkan dalam UU. Diantaranya UU NO 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 12 tahun 1992 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Selain itu juga, PP RI No 60 tahun 2009 tentang perubahan atas PP RI No 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP RI No 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebahagian Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan Kepada Daerah.
Kemudian PP RI No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa, UU No 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Konservasi PBB mengenai Keanekaragama Hayati. “Dan juga Permenhut No P.30/Menhut II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan,”terangnya.
Namun sayang nya. Hingga sampai saat ini Ilegal Loging dan perusakan kawasan hutan Tahura II Bukit Barisan semakin marak dan tak terkendali dikarenakan tidak adanya tindakan dari Polres Simalungun dan Dinas Kehutanan propinsi Sumatera Utara “Impoten” alias tak berdaya.
Sampai berita ini diturunkan, Kapolres Simalungun AKBP. Marudut Liberty Panjaitan dan Kepala Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup propinsi Sumatera Utara belum berhasil dimintai keterangan nya. (LNT/Red)
Discussion about this post