LasserNewsToday, Jakarta |
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang saat ini berada di level 3,75 persen dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Masih ada ruang, tentu saja kami akan melihat kemungkinannya, dengan tetap menjaga stabilitas khususnya NTR (Nilai Tukar Rupiah) dan bagaimana lebih efektifnya mendorong pemulihan ekonomi.” Kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (08/02/2021).
Perry Warjiyo menyebutkan suku bunga acuan yang saat ini berada di level 3,75 persen sebelumnya telah diturunkan sebanyak lima kali pada 2020 dengan total 125 basis poin dan merupakan terendah sejak 2013.
Meski demikian, Gubernur BI itu menuturkan, penurunan suku bunga acuan akan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan efektivitas kebijakan tersebut pada stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas eksternal, serta dampaknya pada ekonomi nasional.
Oleh sebab itu, Perry Wajiyo mengatakan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Januari 2021 pihaknya memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,75 persen.
“Kami akan melihat kemungkin dengan tetap menjaga stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dan bagaimana lebih efektifnya mendorong pemulihan ekonomi.” Kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Sementara itu, ia menyatakan bahwa dalam kebijakan pelonggaran likuiditas atau Quantitative Easing (QE) pihaknya telah menggelontorkan uang sebesar Rp 740,7 triliun atau 4,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ia merinci total angka tersebut berasal dari QE yang dilakukan pada 2020 sebesar Rp 726,6 triliun atau 4,71 persen dari PDB dan Rp14,16 triliun hingga 4 Februari pada 2021.
“Ini adalah salah satu yang terbesar di antara emerging market dan ini terlihat dalam likuiditas perbankan. Alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) 31,67 persen dan suku bungan rendah sekitar 3,04 persen.” Kata Gubernur BI itu.
Perry Warjiyo pun memastikan bahwa BI akan terus memperkuat koordinasi serta sinergi kebijakan bersama Pemerintah, termasuk terkait pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.
Ia menyebutkan untuk APBN 2020 baik sesuai dengan SKB I dan II, pihaknya telah membeli dengan total Rp 473,4 triliun meliputi SKB I Rp 75,9 triliun dan SKB II Rp 397,6 triliun. Berdasarkan perpanjangan SKBI I pihaknya juga membeli di pasar perdana sebesar 35,7 triliun per 4 Februari 2021.
“Ini koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang erat, tidak hanya kebijakan tapi juga bersama-sama mempercepat stimulus fiskalnya untuk mendorong demand sektor riil dan pembiayaan BI ikut berpartisipasi.” Kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Perbaikan Ekonomi Terus Berlanjut
Sebelumnya, Perry Warjiyo juga telah menyatakan bahwa perbaikan ekonomi terus berlanjut seiring dengan mobilitas masyarakat di kota-kota besar yang mengalami peningkatan sejak November 2020.
“Perbaikan memang terus berlanjut namun seberapa cepat akan sangat tergantung pada vaksin.” Katanya masih dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (08/02/2021).
Meski demikian, Perry menekankan bahwa semua masih akan bergantung pada langkah-langkah penanganan Covid-19 mulai vaksinasi hingga disiplin protokol kesehatan yang menajdi game changer pemulihan ke depan.
Perry menuturkan realisasi pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen pada tahun lalu ternyata di bawah perkiraan Bank Indonesia, yakni antara terkontraksi 1 persen sampai minus 2 persen.
Menurutnya, perekonomian yang terkontraksi 2,07 persen tersebut tetap menunjukkan perbaikan namun tidak secepat yang diharapkan terutama pada konsumsi swasta serta daya beli masyarakat pada kuartal IV terkontraksi 3,61 persen.
“Arahnya semua menunjukkan perbikan tapi perbaikan tidak secepat yang kita perkirakan.” Ujarnya.
Ia menjelaskan terdapat beberapa indikator pertumbuhan ekonomi yang terlihat terus membaik seperti indeks ekspektasi penjualan, ekspor dan impor, serta Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur.
Untuk ekonomi global tahun ini, diperkirakan akan meningkat menjadi 5 persen setelah terkontraksi minus 3,8 persen dengan didorong oleh China, India, hingga Amerika Serikat (AS) yang diproyeksikan tumbuh positif.
Perry menyebutkan prospek tersebut akan tercapai dengan juga didorong oleh langkah vaksinasi di berbagai negara khususnya negara maju yang telah dimulai dan dipercepat sehingga menciptakan mobilitas manusia.
“Sekaligus stimulus fiskal dan moneter yang besar di berbagai negara dan ini jadi potensi mendorong ekonomi dari sisi ekspor.” Ujarnya.
[Sumber: ANTARA; Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah; Editor: Risbiani Fardiniah & Faisal Yunianto]
(LNT-Lnsr/ed. MN-Red)
Discussion about this post