LasserNewsToday, Jakarta |
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima”
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diajukan oleh Charlie Wijaya yang merupakan seorang mahasiswa.
“Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.” Kata Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman, di Jakarta, Selasa (04/05/2021).
Pada bagian alasan permohonan disebutkan dengan adanya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers BAB VIII Ketentuan Pidana Pasal 18 ayat 1, pemohon tidak dapat melakukan proses hukum dan meminta ganti rugi, sehingga pemohon merasa undang-undang tersebut tidak berpihak kepda korban yang menjadi korban pemberitaan.
Pemohon juga merasa undang-ungang tersebut hanya memihak kepada wartawan. Pemohon meminta ada pasal ganti rugi dalam pasal itu, dan meminta jika sudak ada tiga kali pelanggaran kode etik setelah ada hasil penilaian dari Dewan Pers untuk dibubarkan.
Selanjuntnya, di bagian petitum terdapat empat poin, yakni pemohon meminta agar mengabulkan permohonan untuk mendapat ganti rugi dari kesalahan pemberitaan oleh media atau wartawan.
Kedua, Pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, proses pembentukannya dinilai ada dugaan yang dikesampingkan. Oleh sebab itu, pemohon menduga tidak berdasar pada UUD 1945.
Pemohon juga menduga ada materi yang dituangkan dalam ayat atau dari Pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai misal media melakukan kesalahan hanya membuat hak jawab dan hak koreksi, tidak ada ganti rugi atau melakukan proses hukum.
Terakhir, pemohon meminta dan memohon pemuatan putusan tersebut diberitakan dalam berita negara sebagaimana mestinya.
Sebelumnya, dalam permohonannya, Charlie Wijaya mengatakan akibat pemberitaan, dirinya menerima penghinaan dan pengancaman. Akan tetapi, tidak dapat mengajukan gugatan terhadap media yang telah memberitakan namun dapat mengajukan hak jawab dan klarifikasi.
Penyelesaian hanya minta maaf saja, tidak ada pengembalian nama baik dan ganti rugi. Jika mau meminta ganti rugi, korban harus menempuh melalui jalur persidangan yang panjang dan lama.” Ujar Charlie Wijaya.
[Sumber: ANTARANEWS.com; Pewarta: Muhammad Zulfikar; Editor: Budisantoso Budiman]
(MN-Lnsr/ed. MN-Red)
Discussion about this post