LasserNewsToday, Sonsonate (El Salvador) |
Victoria Salazar, seorang wanita Salvador yang tewas dalam tahanan Polisi Meksiko di Resor Pantai Karibia di Tulum dimakamkan dalam upacara yang suram pada Minggu (04/03/2021). Kematian Victoria Salazar dalam tahanan Polisi tersebut memicu seruan untuk keadilan dari Presiden El Salvador dan Meksiko.
Sekitar 50 orang teman dan kerabat Salazar, dan malah lebih banyak lagi mengenakan karangan bunga, berjalan melalui pemakaman La Generosa di Sonsonate kolonial, 65 km sebelah Barat ibu kota, San Salvador, ke tempat peristirahatan terakhirnya.
“Kami menginginkan keadidaln! Kami berharap ini diselesaikan karena semua orang melihat bagaimana saudara perempuan saya dibunuh. Polisi tidak bertindak benar!” Kata Carlos Salazar, saudara laki-laki korban, kepada wartawan saat pemakaman.
Kantor Jaksa Agung negara bagian Quintana Roo Meksiko pada Sabtu (03/04/2021) mendakwa satu wanita dan tiga petugas polisi pria yang telah menahan Salazar dengan femisida, atau pembunuhan seorang wajita karena jenis kelaminnya.
“Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 27 Maret 2021, lalu, ketika korban ditahan oleh petugas Polisi, dan setelah menjadi sasaran kekerasan yang berlebihan dan tidak proporsional, kemungkinan menyebabkan kematian wanita asing itu.” Kata Kantor Kejaksaan.
Jaksa Agung di Quintana Roo, Oscar Montes de Oca, mengatakan kepada Radio Meksiko pekan lalu, bahwa polis menanggapi panggilan darurat untuk meminta bantuan di sebuah toko serba ada ketika Salazar ditahan setelah menawarkan perlawanan.
Hasil otopsi mengungkapkan bahwa lehernya telah patah. Sebuah video yang diterbitkan oleh situs berita Noticaribe menunjukkan Salazar menggeliat dan menangis saat dia berbaring telungkup di jalan dengan seorang polisi wanita berlutut di punggungnya sementara tiga petugas pria berdiri.
Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador mengatakan Salazar telah menjadi sasaran “perlakuan brutal dan dibunuh” setelah penahanannya. Kematiannya memicu kemarahan di media sosial dan seruan Presiden El Salvador agar para petugas dihukum.
Kematian Salazar mirip dengan kasus George Floyd, seorang pria Afrika – Amerika yang meniggal pada Mei ketika seorang petugas polisi Minneapolis berlutut, memicu protes global terhadap kebrutalan polisi.
Sementara itu, menurut Kantor Kejaksaan setempat, bahwa keempat petugas dalam kasus Salazar telah ditangkap dan akan tetap berada di balik jeruji besi selama persidangan.
Salazar telah tinggal di Meksiko setidaknya sejak 2018, ketika dia diberikan status pengungsi karena alasan kemanusiaan, dan bekerja di hotel pembersih Tulum. Dia memiliki dua anak perempuan, berusia 15 dan 16 tahun yang tiggal bersamanya di Meksiko.
“Dia gadis yang baik. Tidak ada yang pantas mati seperti itu.” Kata Nelly Castro, seorang teman keluarga, saat hymne dinyanyikan, dan peti mati Salazar diturunkan ke tanah.
[Sumber: Reuters; Reporter: Nelson Renteria, dkk; Penulis: Anthony, Esposito; Editor: Peter Cooney; Alih bahasa: Marolop Nainggolan-LNT]
(LNT-Lnsr/ed. MN-Red)
Discussion about this post