(Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik)
LasserNewsToday, Jakarta |
Judul tulisan ini adalah jawaban singkat dari Menkopolhukam Mahfud MD saat ditanya Ikhwal deklarasi Front Persatuan Islam yang merupakan konversi dari Front Pembela Islam. Meski sama- sama FPI, akronimnya beda sedikit. Antara ‘Pembela‘ dengan ‘Persatuan‘.
Jawaban singkat ini, tentu mendelegitimasi ‘Aksi Heroik’ dari 6 Pejabat Tertinggi di Kementerian/Lembaga yakni Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT yang sebelumnya begitu ‘gagah’ mengumumkan pembubaran dan pelarangan aktivitas FPI.
Itu artinya, aksi 6 Pejabat Tertinggi di Kementerian/Lembaga ini tidak bernilai. Meminjam istilah yang digunakan oleh Biksu Tong Sam Chong pada serial Kera Sakti ‘Kosong adalah hampa, hampa tanpa isi‘. Begitulah, suatu keputusan yang tidak direncanakan dan dipertimbangkan secara matang. Blunder.
Bisa saja, pemerintah menggunakan tafsir membabi buta, yakni dengan menyatakan FPI dilarang dan dibubarkan bukan sekedar aktivitasnya tetapi juga kegiatannya yang mengadopsi visi misi yang sama, yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Kemudian, melakukan sejumlah penangkapan atas ‘pembangkangan politik’ yang dilakukan FPI.
Kalau hal ini dilakukan pemerintah, maka pemerintah akan jatuh pada lobang yang lebih parah. Selain tak memiliki legitimasi hukum, tindakan ini semakin menunjukkan pemerintah represif, tidak taat hukum, dan jelas tindakan ini akan menghabiskan kredit modal sosial, sisa legitimasi yang ada akan tergerus habis.
Soal perlawanan politik FPI yang membentuk FPI lain setelah FPI asli di bubarkan ya sah-sah saja. Sebab, pengumuman pembubaran dan pelarangan pemerintah juga bukan keputusan hukum melalui proses hukum di pengadilan, melainkan kehendak politik yang meminjam alat kekuasaan negara.
Jadi, politik dilawan politik. Politik negara dilawan dengan politik ormas. Siapakah pemenangnya? Jelas ormas. Kenapa? Karena negara arogan, tidak mau mentaati dan menghormati proses hukum.
Semua pertimbangan dan alasan yang dijadikan dasar pengumuman pembubaran dan pelarangan FPI adalah tuduhan, sebab belum pernah diuji di lembaga pengadilan. Semua narasi yang dipasarkan ke publik hanyalah dalih untuk mendukung kezaliman rezim Jokowi.
Kalau saya jadi Presiden, saya akan tuntut Kemenkopolhukam dan 6 Pejabat Tertinggi di Kementrian/Lembaga. Saya pasti akan reshuffle mereka. Bagaimana mungkin mereka membuat keputusan penting atas nama negara, tetapi tidak bernilai dan memiliki daya eksekusi?
Ini baru politik tingkat rendahan, hanya menghadapi ormas. Bagaimana negara bisa berwibawa berhadapan dengan banyak umat dan bangsa di dunia, jika meletakkan kedudukan dihadapan ormas saja keliru ? Bagaimana negara bisa tegak dihadapan umat dan bangsa di dunia, jika menjaga wibawa dihadapan rakyat saja tidak bisa ?
Negara dihargai dan dihormati rakyat, itu bukan karena negara represif kemudian rakyat takut. Negara yang kuat, didukung dan dihormati rakyat, jika negara mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan kepada rakyat.
Coba pikirkan, betapa zalim nya penguasa kepada FPI. Sudahlah 6 anggotanya ditembak mati polisi, pemimpinnya di penjara, pondok pesantren nya mau digusur, petingginya di kriminalisasi, organisasinya dibubarkan. Tak boleh melakukan aktivitas seperti biasa.
Aneh bukan? Apakah, anggota FPI yang giat menolong korban bencana alam, tidak boleh melakukan kegiatan menolong masyarakat lagi? Apakah, kegiatan FPI yang ikut membantu berbagai kegiatan sosial, tidak boleh lagi? Ini sama saja melarang masyarakat melakukan kebajikan.
Ah sudahlah, terserah rezim saja. Saya setuju dengan FPI, tak perlu digugat SKB 6 menteri itu. Produk sampah peradaban, lebih baik dibuang ke septic tank.
(LNT/Red)
Discussion about this post