LasserNewsToday, Rokan Hilir (Riau) |
Akhir-akhir ini diduga Pukat Harimau maruk masuk di perairan laut Rokan Hilir sehingga hal ini membuat resah sebahagian besar masyarakat nelayan pribumi (lokal), Senin (26/04/2021).
Menurut salah satu sumber yang tidak ingin namanya dipublikasikan oleh awak media bahwa kedatangan Pukat Harimau yang diduga berasal dari Belawan (Sumatera Utara) itu terekam jelas sedang beraktivitas di laut Rokan Hilir. Hal ini jelas telah melanggar Undang-Undang tentang Pelarangan Alat Tangkap Pukat Harimau, itu berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor: 02 Tahun 2015, karena dapat merusak lingkungan dan sumber hayati laut dan dapat menimbulkan kerusakan bagi ekosistem laut yang mana dampak dari Pukat harimau tersebut bisa menghancurkan tanah-tanah di dasar laut sehingga berakibat pada penghasilan laut semakin berkurang.
Sebelumnya, aksi penolakan masyarakat nelayan pribumi (likal) terhadap kedatangan Pukat Harimau tersebut telah menuai mosi tidak percaya kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tentang lemahnya fungsi pengawasan di wilayah areal perairan laut Rokan Hilir dengan melakukan musyawarah dan mufakat di Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas yang dihadiri oleh Camat Panipahan, Yahya Khan.
Menoreh ke belakang, tercatat jadi sejarah, dulunya laut Rokan Hilir sangatlah terkenal dengan hasil ikannya yang melimpah ruah sehingga ibu kota Rokan Hilir, Bagansiapiapi pada saat itu pernah mendapat gelar, dengan julukan sebagai ‘Kota Ikan’. Menurut beberapa sumber, di antaranya surat kabar De Indische Mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah Kota Bergen di Norwegia.
Namun seiring berjalannya waktu, Bagansiapiapi sebagai ibukota Kabupaten Rokan Hilir, serbagai penghasil ikan terbesar nomor dua di dunia kini semakin menghilang, lenyap bagai ditelan bumi. Ditambah ladi dengan adany aktivitas Pukat Harimau yang baru-baru ini bebas beroperasi di wilayah laut Rokan Hilir menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan hidup para nelayan pribumi (lokal) yang mengadu nasib memenuhi kebutuhan keluarga sebagai pencari ikan.
Menanggapi hal itu, Zul Komandan, selaku Ketua Forum Komunikasi Anak Nelayan Rokan Hilir mendesak kepada Pemerintah untuk meningkatkan kembali fungsi pengawasan di laut. Menurutnya, fungsi pengawasan laut sekarang ini tidak maksimal, dan kejadian Pukat Harimau yang bebas beraktivitas tersebut perlu dilakukan upaya yang serius oleh Pemerintah agar ke depannya nasib nelayan Rokan Hilir tidak menderita seperti saat ini yang mana penghasilan para nelayan semakin menurun dari tahun ke tahun.
“Kalau bisa, saya sangat mengharapkan kepada Bapak Gubernur Riau untuk mengajukan kembali Dinas Kelautan dan Perikanan terkait fungsi pengawasan kembali ke Daerah. Kekuatan dasar hukumnya sangat jelas karena masyarakat nelayan tidak lagi berurusan ke Provinsi Riau. Kalau begini kita, kan, susah. Masyarakat pribumi (lokal) tahunya bahwa mereka itu, fungsi pengawasannya kepada Dinas Perikanan Rokan Hilir.” Ujar Zul Komandan.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Wilayah III, meliputi wilayah Rokan Hilir dan Dumai, berkantor di Jalan Pelabuhan Baru Bagansiapiapi yang sat ini dipimpin oleh Hermanto, masih terkesan lemah dalam menjalankan tugas pengawasan.
“Saya berharap kepada Bapak Hermanto agar secepat mungkin menanggapi hal semacam ini. Adanya laporan dari masyarakat Kecamatan Palika berkedudukan di Panipahan. Kita sudah memiliki cukup bukti yang akurat. Jangan sempat kembali terulang lagi sejarah tahun 2015 silam yang saya turunkan ratusan nelayan membakar kapal Pukat Harimau, sehingga saya ditangkap oleh pihak Kepolisian dan menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Bagansiapiapi.” Jelas Zul Komandan, mantan pelaku pembakaran Pukat Harimau pada 2015 silam itu kepada wartawan.
Masih dalam persoalan yang sama, Junnaidi, salah seorang warga yang sekaligus menjadi calon Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) saat dimintai tanggapannya oleh awak media, memberikan tanggapan senada bahwa terkait adanya aktivitas Pukat Harimau baru-baru ini yang membuat resah bagi sebahagian besar masyarakat pribumi (lokal), ia meminta kepada Pemerintah untuk mengaktifkan lagi fungsi pengawasan di wilayah Rokan Hilir.
“Kalau saya menyampaikan, sebenarnya untuk kepengawasan kita untuk instansi terkait ini nampaknya agak lemah. Jelasnya, kami sebagai nelayan tradisional agak dirugikan karena penghasilan kami jauh semakin menurun dari sebelum-sebelumnya. Jadi kami sangat berharap kepada instansi terkait, tolong, untuk pro-aktif melakukan pengawasan di laut Rokan Hilir.” Harap Junnaidi.
Terkait dengan disinyalir lemahnya fungsi pengawasan di perairan laut Rokan Hilir yang saat ini menjadi perbincangan hangat para nelayan pribumi (lokal), awak media ini mencoba meminta klarifikasikepada Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kelautan dan Perikanan UPT Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Wilayah III, namun Hermanto selaku Kepala Bagian Pengawasan di Rokan Hilir belum bisa dijumpai karena ada kerja kedinasan di luar daerah.
“Bapak sekarang berada di Pekanbaru sedang dalam rangka dinas dan juga dalam rangka mendampingi instrinya yang sedang menjalani operasi sakit kelenjar getah bening.” Ujar Dayat, selaku Penyidik di Kantor UPT tersebut.
(Alek Marzen/ed. MN-Red)
Discussion about this post