LasserNewsToday, Simalungun (Sumut) |
Acara Sertijab ketua Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Provinsi Sumatera Utara. Senin (17/09/2018) antara Lisfer Berutu SH.MH yang digantikan oleh J. Saragih SH MH diwarnai aksi Demonstrasi terhadap Lisfer Berutu SH MH.
Aliansi LSM yang terdiri dari Sumut Watch, Eltrans, Kompass tersebut langsung saja memasuki halaman utama Pengadilan Negeri Simalungun untuk melakukan orasi dan pernyataan sikap nya yang diwakili oleh Kordinator Aksi yang diwakili oleh Monang Nadeak, Yunus Sitio, Arif Harahap dan Goklif Manurung.
Dalam pernyataan sikapnya koordinator aksi menyampaikan tuntutan agar Pengadilan Negeri Sinalungun segera menghentikan Eksekusi “HUTA PARMANUKAN” PARAPAT, TUNGGU PUTUSAN GUGATAN PERLAWANAN
Ternyata beberapa hari menjelang berakhir masa jabatannya, Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, Ketua Pengadilan Negeri Simalungun, telah mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menandatangani penetapan eksekusi terhadap objek perkara Putusan PN. Simalungun No : 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, jo. Putusan PT. Medan, No : 159/Pdt.G/2017/PT.Mdn, jo. Putusan MA RI, No: 75 K/Pdt/2018, dengan No. 12/Pdt.eks/2018/PN. Sim, jo. No. 45/Pdt.G/2016/PN. Sim, yang dilaksanakan tertanggal 12 September 2018, sekalipun pelaksanaan eksekusi itu akhirnya gagal karena dihadang ratusan massa atau warga Kelurahan Parapat.
Bahwa Sumut Watch berikut sejumlah organisasi non pemerintah pegiat dan pemerhati hukum, merasa terpanggil untuk menyerukan kembali agar eksekusi tanah terperkara tersebut diatas, dapat kiranya dihentikan atau ditunda, berdasarkan alasan – alasan sebagai berikut :
Pertama, karena objek sengketa atau tanah terperkara TIDAK atau BUKAN milik Penggugat, ic. Sahat Sinaga (Alm) dan Dapat Sinaga (Alm) maupun Tergugat, ic. Jusniar alias Masniar Nainggolan, dkk, dalam putusan aquo. Melainkan milik Prof. DR. Djasmen Marulitua Sinaga, selaku ahli waris dari Alm. Ompu Harasan Sinaga, sedang Harasan Sinaga merupakan ahli waris dari Alm. Ompu Tahan Ombun Sinaga, selanjutnya Alm. Ompu Tahan Ombun Sinaga merupakan adek kandung dari Alm. Ompu Harajaon Sinaga, selaku Sipukka Huta Lumban Tonga-Tonga, termasuk didalamnya Huta Parmanukan.
Kedua, karena objek terperkara, KELIRU dan SALAH (error in objekto). Dalam putusan aquo objek sengketa ialah tanah seluas kurang lebih satu setengah hektar terletak di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun yang disebut Huta Parmanukan, dengan batas – batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatas dengan Sungai, Sebelah Selatan berbatas dengan Buntu Pasir, Sebelah Barat berbatas dengan Tigarihit dan Sebelah Timur berbatas dengan Lumban Tonga- Tonga. Sedangkan faktanya Huta Parmanukan hanya seluas kurang lebih 20 x 30 M2, dengan batas – batas : Sebelah Utara dengan Jurang, Sebelah Selatan dengan Perladangan, Sebelah Barat dengan Pemakaman Justin Sinaga, dan Sebelah Timur dengan Lumban Sirait.
Ketiga, karena gugatan perlawanan eksekusi pihak ketiga sudah didaftarkan di PN. Simalungun, dengan Register Perkara Nomor : 61/Pdt.Bth/2018/PN. Sim, tanggal 29 Agustus 2018, dan sidang pertama dijadwalkan tanggal 19 September 2018. Keempat, karena terhitung sejak tanggal 11 Juli 2018, Ketua PN. Simalungun, Lisfer Berutu, SH, MH, telah dimutasi menjadi Hakim Anggota PN. Pati, Jawa Tengah, sehingga dikuatirkan pelaksanaan eksekusi dapat menjadi bias dari kepentingan pribadi yang merugikan kepentingan Pelawan, sekaligus menjadi “bom waktu” bagi pejabat pengganti atau bagi institusi PN. Simalungun.
Bahwa sangat disesalkan, sekalipun Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, masih dalam fase “Pembinaan” MA, terkait Putusan Ketua Badan Pengawas MA, Nugroho Setiadi, yang menghukum Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, dengan hukuman DISIPLIN SEDANG berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun dan menjadi Hakim Anggota di PN 1A, karena melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), namun yang bersangkutan tetap ngotot untuk melaksanakan eksekusi “Huta Parmanukan”.
Hukuman DISIPLIN RINGAN Ketua Badan Pengawas MA –RI, sepertinya tidak membuat Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, “BERTOBAT”, malah terkesan semakin keranjingan membuat sejumlah putusan perkara pidana yang bermasalah.
Bahkan pada tanggal 4 September 2018, Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, memutus perkara bandar (PENJUAL) narkoba jenis sabu, an. Terdakwa Rita Haryati Siregar, 2 tahun penjara setelah JPU menuntut 8 tahun penjara. Terbalik dengan terdakwa David Simangunsong, PEMBELI satu paket sabu dari terdakwa Rita, tapi dihukum 6 tahun penjara.
Lalu pada tanggal 23 Agustus 2018, lagi – lagi Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, memutus perkara pencurian 2 baterai mobil dump truck seharga Rp. 2,5 juta, an. Terdakwa Satria Sinaga, Ricko Bestin Sitompul dan Chandra Sinaga, serta Jhonni Walter Tamba, Pandu Buana, masing – masing 3,5 tahun penjara. Tanggal 26 Juli 2018.
Lagi, Hakim Lisfer Berutu, SH, MH, juga memutus perkara tindak pidana kekerasan dan penganiayaan Pasal 170 ayat (1) KUHP, jo. Pasal 351 ayat (1), jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, an. Terdakwa Pardamean Simatupang, Anggiat Siringoringo dan Julkipli Damanik, dengan putusan lepas (Onslag van recht vervolging), setelah JPU menuntut hukuman penjara masing – masing 2 tahun.
Bahwa berdasarkan hal – hal tersebut, kami Sumut Watch – ELTRANS dan KOMPAS mendesak agar :
Ketua Bawas MA – RI Yth, memecat Sdr. Lisfer Berutu, SH, MH dari statusnya sebagai Hakim, karena diduga telah melakukan kembali penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran KEPPH dalam pelaksanaan eksekusi tanah terperkara “Huta Parmanukan” dan dalam pemutusan sejumlah perkara pidana.
Ketua PN. Simalungun yang baru Yth, menunda/ menghentikan pelaksanaan eksekusi tanah terperkara “Huta Parmanukan”, sampai gugatan perlawanan eksekusi dalam Register Perkara Nomor : 61/Pdt.Bth/2018/PN. Sim, tanggal 29 Agustus 2018, berkekuatan hukum tetap.
Namun aksi para pendemo tampaknya tidak digubris oleh Lisfer Berutu SH MH yang diduga selama menjabat sebagai ketua PN Simalungun telah melakukan Penyalahgunaan wewenang dan jabatan nya untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain, begitu juga dengan Ketua PN Simalungun yang baru juga terkesan enggan menemui para pengunjung rasa sampai aksi massa membubarkan diri dengan tertib.
(LNT/Red)
Discussion about this post