LasserNewsToday, Simalungun (Sumut) |
Dewan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (DPP HIMAPSI) melaporkan Kapolres Simalungun, AKBP Agus Waluyo S.I.K. ke Komnas HAM RI, Kapolri dan Presiden Republik Indonesia (RI) karena dinilai melakukan penistaan terhadap suku Simalungun.
Sekretaris Departemen Seni dan Budaya DPP HIMAPSI, Mars Apriando Purba, ketika dikonfirmasi pada Sabtu (10/04/2021) membenarkan bahwa pihaknya telah melaporkan Kapolres Simalungun atas dugaan penistaan terhadap suku Simalungun.
Ia menjelaskan bahwa Kabupaten Simalungun adalah tanah budaya dan tanah leluhur masyarakat Etnis Simalungun, yang mana hal ini tidak untuk diperdebatkan lagi dan sampai saat ini masih terbukti seperti:
- Bahwa nama Kabupaten Simalungun persis sama dengan nama Etnis Simalungun;
- Bahwa Etnis Simalungun sampai saat ini masih memiliki adat, budaya dan kesenian tersendiri dan tidak sama dengan budaya manapun yang telah ada sejak zaman dahulu kala.
Masih kata Apriando, bahwa Motto Kabupaten Simalungun: “Habonaron Do Bona” adalah asli bahasa Etnis Simalungun yang juga berarti “Kebenaran adalah pangkal dari segalanya”.
Ditambahkannya lagi, bahwa saat kedatangan Presiden Jokowi, Panglima TNI, Menteri dan sejumlah pejabat negara ke Simalungun selalu menggunakan adat dan budaya Simalungun.
“Sampai saat ini, termasuk Kantor Polres Simalungun dan seluruh Kantor Pemerintah, swasta, TNI, Polri, BUMN dan BUMD menggunakan arsitektur dan ornamen dari Etnis Simalungun.” Jelasnya.
Bahwa sejarah kerajaan di Simalungun yakni Raja Maropat dan Marpitu, seluruhnnya dipimpin raja-raja dari Etnis Simalungun, dan kurikulum pelajaran muatan lokal bahasa daerah di Kabupaten Simalungun adalah menggunakan buku Bahasa dan Aksara Simalungun Sinalsal.
Masih lanjut Apriando, bahwa saat ini keberadaan Etnis Simalungun masih sangat jelas keberadaannya di NKRI. Pernah jadi Menteri, saat ini ada anggota DPR RI, ada kepala daerah, ada direksi BUMN, ada Jenderal Polisi dan Jendral TNI.
“Dalam acara penyambutan kedatangan Kapolda Sumatera Utara di Polres Simalungun menampilkan acara adat dan budaya yang bukan berasal dari adat dan budaya Etnis Simalungun. Ini, kan, jelas melukai hati kami.” Ujarnya.
“Maka hemat kami, dengan menampilkan adat dan budaya daerah lain di Simalungun padahal adat dan budaya Simalungun ada sebagai tuan rumah, kami menganggap bahwa Kapolres Simalungun telah bersengaja melakukan penistaan, penghinaan dan pelecehan kepada masyarakat Etnis Simalungun karena/dan telah melanggar Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Diskriminasi Etnis.
Selain itu, kami juga menyimpulkan bahwa dengan menampilkan budaya daerah lain dalam acara kegiatan resmi di tanah Simalungun oleh Polres Simalungun sebagai tuan rumah, menurut kami hal ini dapat mengajak masyarakat umum untuk menginterpretasikan atau mangartikan bahwa sudah tidak ada lagi atau sudah punah.
Hal ini tentunya dapat mengajak masyarakat berfikir bahwa sudah tidak ada lagi Etnis Simalungun sehingga yang ditampilkan atau digelar adat dan budaya dari daerah lain dan mengarahkan berfikir bahwa tanah Simalungun adalah tanah Etnis Toba, dan menurut kami hal ini adalah bentuk penjajahan adat dan budaya terhadap Etnis Simalungun.
Terakhir, kami menyimpulkan ini dapat berakibat fatal dan masyarakat akan berfikir kelak bahwa Kabupaten Simalungun ini berubah jadi tanah leluhur dari Etnis Toba. Hal ini dimungkinkan apabila puluhan tahun yang akan datang bukti video pagelaran penyambutan Kapolda ini diperlihatkan dan dapat dijadikan klaim bahwa tanah Simalungun ini adalah leluhur dari Etnis Toba.
Maka kami mendesak Presiden Joko widodo, Kapolri, Menkopolhukam dan Komnas HAM untuk menindak tegas Kapolres Simalungun sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI.” Tutupnya.
(LNT/ed. MN-Red)
Discussion about this post