LasserNewsToday, Medan (Sumut) |
Terkait kinerja jajaran Direksi PTPN III (Persero) Holding patut dipertanyakan, selain tidak efektif dalam meningkatkan kinerja PTPN Group sejak tahun 2015 sampai tahun 2019 Semester I, juga dengan mudah memberikan dana pinjaman talangan dan terusan kepada anak perusahaan sebesar Rp 702.664.176.213,- yang dinilai salah peruntukannya dan terindikasi berbau KKN, sehingga anak perusahaan PTPN III (Persero) juga tidak dapat mengindentifikasikan penggunaan pinjaman talangan dan penerusan sebesar Rp 15.347.019.770,- sehingga diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang merugikan keuangan milik perusahan BUMN ini.
“Kita akan segera laporkan hal ini ke Presiden Jokowi, dan mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang tindak pidana korupsinya, kita laporkan ke KPK RI secara resmi, karena telah kita analisa dari hasil temuan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI (LHP BPK RI) Nomor: 3/Auditama VII/Kinerja/3/2020 tanggal 12 Maret 2020 yang mengatakan bahwa penggunaan pinjaman talangan sebesar Rp 457.965.467.745,- dan pinjaman terusan sebesar Rp 244.698.708.468,- salah peruntukkan.” Ungkap Sekjen LSM PMPRI, Fajar Siregar kepada reporter. Selasa (16/03/2021).
Menurut Siregar, sesuai pemeriksaan bahwa pinjaman talangan kepada anak perusahaan dengan peruntukkan modal kerja digunakan untuk investasi sebesar Rp 457.965.467.745,- dengan rincian sebagai berikut:
untuk PTPN 1 sebesar Rp65.655.990.171,- peruntukan modal kerja, namun digunakan untuk investasi Pembibitan, Tanam Ulang dan Pemeliharaan TBM.
PTPN VII senilai Rp 49.120.641.684,- peruntukan modal kerja digunakan untuk Pengurusan HGU.
PTPN VIII senilai Rp 240.100.641.664,- peruntukan modal kerja digunakan untuk investasi Shareholder, Loan dan pengurusan HGU KCIC.
Lalu PTPN XIII senilai Rp 36.499.995.890,- peruntukan modal kerja digunakan untuk investasi Pembibitan dan tanam ulang; – lalu senilai Rp 96.588.840.000,- peruntukan modal kerja digunakan untuk investasi Revitalisasi pabrik.
“Dalam hal ini telah terjadi kerugian pengeluaran Fee kepada kepada pihak penyedia jasa (Rekanan-Red) sebesar 15 persen.” Ungkapnya.
“Sedangkan penggunaan dana pinjaman terusan untuk kredit investasi malah digunakan untuk modal kerja dengan rincian sebagai berikut:
PTPN 1 senilai Rp 96.728.643.000,- peruntukan investasi digunakan untuk modal kerja dana talangan dan uang kerja kebun.
Lalu PTPN 2 senilai Rp 145.970.085.468,- peruntukan investasi malah digunakan untuk modal kerja dana talangan, tebang angkut, pajak dan leasing, sehingga jumlah global senilai Rp 244.698.708.468,- salah peruntukan.
Sesuai yang tertera di LHP BPK RI ini. Disini telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan sesuai Undang-Undang Tindak Tidana Korupsi.” Ungkap Fajar Siregar.
Fajar juga menambahkan, “Kita menduga ada konspirasi antara pihak jajaran Direksi PTPN III (Persero) Holding dan pihak anak perusahaan sehingga merugikan keuangan milik perusahaan BUMN ini sebesar Rp 702.664.176.213,-.
Kita akan lampirkan bukti-bukti hasil audit BPK RI ini kepada Presiden Jokowi dan Tindak Pidananya akan segera kita laporkan ke KPK RI. Ini angka yang sangat fantastis untuk anggaran di sebuah perusahaan milik Negara.”
Fajar Siregar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) agar segera mengusut tuntas kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan sehingga merugikan perusahaan Negara (BUMN) ini sebesar Rp 702 miliar lebih yang salah peruntukan.
“Kami berharap agar Ketua KPK RI segera memanggil dan memeriksa jajaran Direksi PTPN III (Persero) Holding dan Jajaran Direksi PTPN I, II, VII, VIII dan PTPN XIII terkait anggaran dan pinjaman talangan dan terusan sebesar Rp702 miliar lebih yang diduga disalahgunakan sehingga merugikan keuangan perusahaan PTPN III (Persero) ini.” Tutupnya.
Sekedar diketahui, menurut Pasal 3, Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 berbunyi: ‘Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).’
(Sampai berita ini diturunkan ke Redaksi, Ketua KPK RI Firli Bahuri dan Direktur Utama Holding PTPN III (Persero) M. Abdul Ghani belum berhasil dikonfirmasi untuk dimintai komentar dan keterangannya terkait anggaran sebesar Rp 702 miliar lebih yang menjadi temuan BPK RI ini).
(LNT/Tim/Red)
Discussion about this post