LasserNewsToday, Medan (Sumut) |
Masih soal peristiwa pembongkaran rumah ala premanisme yang diduga dilakukan oknum SO dan oknum Pengacara AW, Cs. Sejak Minggu, 13 Desember 2020 hingga berita ini diturunkan ke Redaksi, sudah 25 hari, kondisinya masih membuat pemilik rumah trauma, was-was, dan tidak bisa tidur di Jln Mesjid No 69 Kesawan Kecamatan Medan Barat. Sungguh sangat tidak rasional, dan terindikasi melanggar kode etik dan etika seorang Pengacara AW yang memakai alamat Jln Diponegoro No 24 Medan seprti tertera dalam Surat Somasi bahwa alamat kantornya adalah Kantor Mahkamah Militer, dan hal ini tentu masih perlu dipertanyakan kebenarannya.
Proses pelaporan di Polrestabes Medan pun terkesan lamban sehingga pelaku- pelaku perusak rumah yang dilakukan oknum Pengacara AW semakin meraja lela,
Naifnya, setahun lebih tak bisa buka usaha bengkel spare part mobil dan sepeda motor karena dibangun tembok mencapai 1 meter atas suruhan SO. Dengan kejamnya, AW langsung yang memasang gembok pintu samping dan merantai pintu besi memimpin teman-temannya. Kemudian datang personil Polrestabes Medan, Iptu. Karo-karo, dan pemilik rumah, menyuruh buka gembok pintu samping dengan gerenda dan jerajak pintu yang dilas dibuka agar bisa ditutup kembali. Namun oknum suruhan SO dan AW dengan arogan kembali memaksa buka.
Giman (Aheng) (82) warga Jln. Kedongdong sebagai saksi hidup yang lahir Tahun 1938 di Jln. Mesjid 69 Medan, menyampaikan cerita historis “Ciak – Te”. Ia mengaku sangat dekat dan kenal pemilik lahan ini. Tidak ada hubungan apa-apa dengan SO yang mengaku-ngaku sudah punya surat tanah dan rumah ini bersertifikasi tanah negara!?
Demikian disampaikan Aheng kepada awak media ini, Kamis (31/12/2020) di Jln Mesjid 69 Kesawan Medan. Aheng adalah adik kandung Alm. Ngiam Bin Mata yang ke 9 (sermbilan), sedangkan yang delapan orang lagi sudah meninggal dunia.
Selang beberapa waktu, personil Polrestabes ribut, dengan didampingi Pebgacara AW, seorang wanita berkaca mata hitam, NS, memakai baju berlogo “Warta Poldasu” terkesan dengan bangganya marah-marah, juga terkesan sok dan arogan hendak memaksa pemillik rumah keluar.
Diduga, NS didampingi WA juga turut serta dengan gaya ala penguasa melakukan pemaksaan pembokaran dan merusak pintu dan isi rumah tersebut yang dibuka secara brutal dengan cara-cara preman.
“Saya sudah sewa rumah ini Rp50 juta, jadi keluarlah kalian semua!” Tuntut perempuan NS di Jln. Mesjid No. 69 Medan.
Selain itu, Aheng sangat heran dan berkata, “Suruhan SO, AW, Cs masih bercokol di dalam rumah depan jadi penjaga rumah yang diberi upah SO yang mengaku pemilik surat tanah bukan ahli waris kandung. SO telah tiga kali menggadaikan surat rumah tersebut, diduga itulah yang masih teka-teki dengan pemiliknya, yang berhubungan langsung, yang tinggal di rumah tersebut dengan pembayaran “Ciak-Te” mencapai enam puluh tahun lebih di Kantor Pos Besar Medan. Namun sepuluh tahun terakhir tak lagi nama yang tertulis dikirim lewat Pos dan tidak diterima oleh ahli warisnya karena diduga sudah meninggal dunia. Maka uang pembayaran “Ciak-Te” kembali ke pengirim yakni Cipto (Ameng).” Tuturnya.
Sementara kepada para suruhan SO dan AW hingga saat ini masih bercokol dengan menggelar tikar dan tidur di situ menjaga rumah milik Alm. Ngiam Bing Cipto. Namun mereka sempat juga dimarahi H. Shalom yang datang tengah malam ke Tempat Kejadian Perkara (TKP), dan mangaku kepada kru media ini bahwa ia baru saja melihat ibunya yang sudah tua juga tinggal di Jln. Mesjid ini. Dengan tegas ia meņgatakan kepada suruhan SO, “Buat apa kalian jaga-jaga rumah itu. Rumah itu masih sengketa. Kalian tahu siapa pemilik sebenarnya? Mana suratnya? Mana? Bagus kalian di rumah sama anak dan bini kalian!.” Ujar H. Shalom dengan tegas mengingatkan seseorang di antara penjaga itu untuk menyarankan agar tidak mencampuri masalah rumah yang sedang dalam perkara peradilan. Namun para penjaga masih bercokol dan tidur-tiduran disitu.
Suatu malam, lagi-lagi perlakuan naif dilakukan oleh oknum Pengacara AW dan terkesan tidak profesional, dan tak punya harga diri saat menggembok dan merantai pintu jerajak besi.
Dari pantauan awak media ini, dengan gaya sinis ala premanisme didampingi oknum yang diduga yang membayarnya membentak kru media ini, “Siapa kau!”.
Lalu dengan tegas kru media ini menjawab, “Kau siapa? Masuk tidak beretika, bilang kulonuon atau permisi pun tidak. Masuk suka-sukamu, bentak-bentak pula. Dengan tidak manusiawi kalian bongkar pintu. Kalian gembok, pasang rantai, mau naik ke atas loteng pula. Sarjana Hukum dari mana ini, Pengacara bisa berbuat seperti ini. Belum ada putusan eksekusi inkrah dari PN, PT, dan MA. Saya yang laporkan tindakanmu ini kepada Ketua Peradi Medan nanti. Tulang Charles Silalahi, tahu?” Jawab kru media ini tegas.
Sejurus kemudian, AW pulang dalam gelap malam, berlalu dari Jln. Mesjid Kesawan.
Keesokan harinya pihak Vendor PLN gagal memasang meteran listrik baru karena permohonan SO tidak sesuai SOP akibat adanya silang sengketa dengan penghuni rumah, akhirnya mereka pulang.
Sebelumnya, 13 Desember 2020 lalu, selain melas pintu jerajak rumah, pintu samping, juga menganiaya Karianto yang sengaja datang dari Pekanbaru, Riau untuk mengunjungi keluarga karena dapat kabar diduga ada maling dan perampok merusak rumah yang pernah ia tempati itu bersama ayahnya yang sudah almarhum dan ibunya yang masih hidup itu. Setiba di Jln Mesjid, Karianto mendapat perlakuan penganiayaan diduga oleh suruhan oknum SO dan Pegacara yang merangkap preman tersebut karena melarang memasukan pasir satu mobil truk sehiņgga mengakibatkan luka-luka di dada kanan, kedua paha dan perutnya.
Diduga itu dilakukan secara bersama-sama yang sudah diterima laporannya di Polrestabes Medan. Saat membuat Laporan, Kuasa Hukumnya, Salim Halim, Jetro Sibarani mendampingi Karianto Sugiman ke Polrestabes Medan dengan Laporan No. STTLP/3147/K/XII/ YAN;25/2020 Polrestabes Medan dalam pasal penganiayaan 406 Yo 170 KUHP. Sedangkan laporan pertama sebelumnya terkait pembongkaran dan perusakan rumah dan isinya dengan laporan No. STTPL/3086/XII/2020/2020/SPKT Poĺrestabes Medan dimana dalam laporan itu dikenai UU No. 1 Tahun 1946, Pasal 551 dan Pasal 406 KUHP Yo 170 KUHP – Laporan Polisi di Polrestabes Medan, Kamis (14/12/2020) lalu.
Selain itu, Jetro Sibarani, S.H menambahkan, “Bila masih berbuat anarkis mau bercokol lagi, kita juga akan melaporkan SO dan oknum Pengacara ke Kapendam mempertanyakan alamat tertulis Surat Pengacara HAAS. Dalam Kop Surat tidak ada namun di paragraf pertama tertulis Jln DiponegoroNo 24 Medan. Itu adalah Kantor Mahmil (Mahkamah Militer). Hal ini perlu dipertanyakan ke pihak Kodam I BB dan Kapendam, selain itu AW akan kita lapor ke Lembaga Organisasi Peradi atau lainnya karena diduga sang Pengacara tidak memenuhi persyaratan, yang diatur dalam UU Advokat yang harus dipenuhi menurut Pasal 2 ayat (1) UU Advokat, yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi bhukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat sesuai organisasi advokat yang diakui di Indonesia adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) harus melaksanakan kode etik Advokad sesuai manusia karakter ideologi Pancasila.” Imbuhnya.
(Nurlince Hutabarat/Red)
Discussion about this post