LasserNewsToday, Medan (Sumut) |
Belasan petani dan pemilik pahan melakukan aksi damai memohon agar Wali Kota Medan, Bobby Nasution, S.E., M.M., dan berhatap kepada Sat. Pol. PP membantu membongkar tembok yang diduga dibangun tanpa izin oleh Chun Fuc – PT. Jaguar Inti Perkasa – di Jln. IKADIN dan Jln. Abdul Hakim Ujung, Kelurahan Padang Bulang Selayang I, Kecamatan Medan Selayang Medan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Senin (28/06/2021).
“Kami meminta agar Pemko Medan segera membongkar tembok yang menghalangi kami masuk ke tanah kami!” Teriak warga yang sedang melakukan aksi di lokasi lahan mereka di Jalan IKADIN dan Jln Abdul Hakim Ujung, Medan.
“Allahuakbar!” Seru Dedy Priyatna yang juga pemilik lahan.
Sambil membawa poster, warga petani berorasi mengharapkan Walikota Medan agar memerintahkan bawahannya membongkar tembok pembatas beton setinggi tiga meter yang telah menutupi keliling lahan warga seluas 25 ribu meter persegi yang sebelumnya merupakan lahan pertanian.
“Tolong kami Pak Wali Kota! Kami duga lahan kami dirampas mafia tanah! Tolong kami, sudah tak punya beras untuk makan. Mau kemanalah kami, Pak Wali Kota! Anak-anak kami butuh biaya hidup! Tolong bantu kami agar bisa masuk ke lahan kami. Tolonglah kami! Sawah kami sudah jadi rumput dan lalang.” Ujar Nande Ny. Nainggolan Br. Tarigan dan teman-temannya.
Akibat teriakan tersebut, tak lama kemudian, Wali Kota Medan melalui Humas Pemko Medan menemui warga yang didampingi pemilik lahan, Betsy Reulina Tarigan, Lili Tan, Ir. Mangarimpun Parhusip, Ir. Tumpal Samosir,
Koordinator Lapangan, Kol. (Purn) TNI AD, Halomoan Silitonga mengaku bahwa sejak Tahun 2019 tanah mereka ditembok pembatas beton padahal tanah seluas 25 ribu meter persegi yang selama ini telah mereka jadikan lahan pertanian bersawah. Para pemilik tanah tersebut ada yang sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dari BPN sejak tahun 1982 atau 39 Tahun lalu bahkan ada sejak Tahun 1979 lalu.
“Lahan persawahan dikelola petani secara gratis diberikan untuk bercocok tanam, baik padi, jagung, ubi, pisang, pepaya, dan ketela, berlangsung aman tertib dan kondusif. Sudah puluhan tahun usaha tersebut dapat membutuhi hidup keluarga petani yang tinggal di sekitar lahan. Namun pada tahun 2013 lalu mulai terjadi gejolak dengan diduga mafia tanah yang juga diduga dibeckingi oleh preman dan oknum aparat. Kami menduga mereka hendak menguasai lahan, dengan modus membuat tembok, tapi diduga tidak mengantongi izin di atas lahan warga.” Tutur Silitonga.
“Naifnya, terkesan main matakah Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (DKP2R) Jln. Jend. Abdul Haris Nasùtion No. 17 Medan, yang diterima Kadisnya, Benny Iskandar, S.T., M.T., pada 26 Juni 2020 lalu, yang selanjutnya dapat balasan Surat No. 593/7050/DPKPPR/VII/2020 terkait Informasi dan Penjelasan dan No. 591/9051/DKP2R/VIII/2020 terkait Penjelasan Tata Ruang tersebut, yang terkesan bahwa Kadis DKP2R tidak nyambung, tidak profesional dan tidak pro-rakyat? Kok, DKP2R melakukan pembiaran, alias tutup mata? Ada apa ini!?” Ungkap Silitonga heran penuh tanda tanya.
Silitonga mengungkapkan lagi bahwa masalah lahan yang ditembok sudah lebih kurang 2 Tahun.
“Saya tau persis letak titik koordinat tapal batas sesuai peta, sebab lahan saya ada juga di antara lahan mereka dan lahan saya sudah saya jual. Karena mereka juga adalah saudara-saudara saya maka tembok yang menghambat akses masuk sebelah Selatan adalah lahan Ny. Siahaan, Ibu Lili Tan, dan sebelah Barat, lahan Ibu Betsy Reulina Tarigan, dan lain-lain.” Tutur Silitonga kepada Humas Pemko Medan, Arrahman Pane
“Namun kelompok yang diduga mafia tanah itu dengan seenaknya merampas dan menembok tanah mereka. Ironisnya meski persoalan ini sudah mereka sampaikan ke Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang, Kota Medan, dan juga sudah melapor ke Polda Sumut, tetapi hingga kini tidak ada keadilan dan kepastian hukum yang mereka terima. Karena itu kami berharap agar disampaikan kepada Walikota Medan, Bapak Bobby Nasution dan juga Presiden RI, Bapak Jokowi agar dapat memperhatikan dan peduli terhadap mereka, agar mereka dapat kembali bertani seperti semula. Tolong Bapak Wali Kota Medan, Dinas PKP2R dan Sat. Pol. PP berkolaborasi, bantu warga agar tembok tersebut segera diruntuhkan. Bila tidak, kami akan sampaikan ke pusat dalam skala nasional.” Tutur Silitonga tegas.
Kemudian Humas Pemko Medan, Arrahman Pane menerima copy berkas pemilik lahan dan berkata, “Lampiran Bapak Ibu kami terima, Kami akan menyampaikan berkas ini dan berdiskusi bersama Bapak Wali Kota Medan dengan pihak Kecamatan dan Lurah untuk persoalan ini. Kiranya Bapak Ibu tetap sabar dan jaga kesehatan, dan taatilah prokes.” Tutur Arahman Pane.
Masih di tempat yang sama, usai orasi, salah seorang pemilik lahan, Betsy Reulina Tarigan mengungkapkan, “Akibat lahan ditembok sepihak, terkesan pengusaha mengincar lahan kami. Maka kami sudah membuat Laporan (LP) di Polda Sumatera Utara Nomor: STTLP/1633/VIII/ SUMUT/SPKT/ “I” Tanggal 30 Agustus 2020 yang menuntut hukum keadilan sesuai Hukum Pidana Undang-Undang (UU) Nomor: 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 385, Pasal 6 ayat 1 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 51 Tahun 1960, agar pelaku (terlapor) pembuat tembok diduga yakni Chun Fuc untuk atas nama (u/an) PT. Jaguar Inti Perkasa (JIP) mendapat hukuman setimpal perbuatannya.” Ungkap Betsy Tarigan.
Sehubungan rujukan lapoŕan di atas Poldasu juga telah memanggil Betsy Tarigan. Terkait hal ini ia menjelaskan, “Guna penyelidikan, kami pemilik lahan sudah check TKP Jln. Abdul Hakim Medan sebelumnya. Juga hadir pihak BPN, mengakui di hadapan Poldasu, Bapak Kompol M Hasan By dan TIM.
Saya dipanggil ke Poldasu pada 17 Maret 2021 di Ruang Unit IV Lt. I Subdit II Harda-Bangtah Kantor Direskrimum Polda Sumut dan penyidik pembantum Ipda Jimmi E Depari, Aiptu Meianto Samosir terkait Surat Sertifikat Hak Milik No. 509, 510, 511, 512, 513, 514, 515 Tahun 1982 yang sudah pernah diagunkan ke Bank Pemerintah dan Surat Pelepasan Hak, dan Ganti Rugi No. 550, 554 dan No. 80 yang disaksikan dan Kepala Desa ditandatangani oleh Camat Medan Sunggal 1 Tahun 1982 adalah Sah, dan sudah ada Surat Dirjen Tata Ruang-Kementerian Agraria dan Tata Ruang ATR/BPN RI di Jakarta, juga kepada Kakanwil ATR/BPN Propinsi Sumatera Utara didamping Kompol. Hasan By dan Tim sudah melakukan check kebenaran Surat tersebut.” Jelas Betsy.
“Namun kasus ini sudah hampir 2 (dua) Tahun masih jalan di tempat, lamban artinya belum tuntas proses hukumnya.” Jelas Betsy Tarigan, dan selanjutnya menyampaikan, “Lewat Pengacara, memohon bantuan Bapak Kapoldasu sesuai Motto Polri Promoter (profesional moderen terpercaya), dan kami juga menyampaikan lewat media ini, memohon kepada Wali Kota Medan yang kami pilih dan kami cintai, Bapak Bobby Nasution, sesuai motto “Medan Berkah”, dalam gebrakan memberangus oknum mafia tanah di Kota Medan, yang juga sesuai “Perintah dan Amanah Bapak Presiden Jokowi yang kami kasihi menuju Indonesia Maju.” Tuturnya.
Kemudian Betsy berharap, “Kepada Wali Kota Medan kami memohon agar menindak Kadis Pemerintahan Kota Medan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (DKPPR), Benny Iskandar yang terkesan tak perduli dengan kami sebagai rakyat anak bangsa yang taat hukum ini. Dan Kami berharap bantuan Bapak Bobby untuk turun gunung membuktikan sendiri, melihat kondisi lahan persawahan kami yang selama ini menjadi salah satu lahan yang berguna sekali sebagai salah satu Lahan Ketahanan Pangan di Kota Medan, Lahan ini juga selalu didatangi mahasiswa Pertanian USU, ada bukti gambar. Kami yakin dan percaya, bisa, karena kami sudah sangat resah dibuat oknum mafia yang terkesan kebal hukum semena-mena mengambil, merampas menyerobot atau mengalihkan kekuasaan lahan kami tersebut seperti zaman penjajahan dulu, ala Kompeni!.” Tuturnya lirih.
Selain itu dikatakannya, “Mereka bersikap seolah-olah penguasa, melakukan intimidasi. Pos Jaga semi permanen kami dirubuhkan bersama-sama oknum preman. Meski kami bangun kedua kalinya, lagi-lagi rumah tersebut untuk sebagai Pos Jaga, naifnya bangunan sebagai Pos Jaga itu pun dibakar, Ngerinya lagi, patok lahan batas tanah kami dirusaki dan dicabuti Tahun 2013.” Urai Betsy sambil menitikkan air mata.
Diungkapnya lagi, “Sejak Tahun 2019 habis dikuasai oknum mafia tanah, di lokasi itu juga, herannya, mafia tanah menyuruh dikawal oknum-oknum Polisi Brimob yang menyandang senjata berpatroli dan oknum tentara menjaga lahan yang ditembok tersebut pada 09 September 2020 lalu, yang terkesan menakut-nakuti kami. Namun kami tetap tegar, tidak goyah, tetap memperjuangkan lahan yang adalah hak milik kami. Kami siap akan menuntut ke jalur manapun demi tegaknya hukum keadilan dan kebenaran sesuai Pancasila dan UUD Tahun 1945 di NKRI!” Ungkap Betsy tegas.
Kemudian dijelaskannya, “Tembok yang dibangun di atas lahan kami, diduga tidak mempunyai izin sesuai peruntukan ukuran panjang kali lebar tersebut. kami pun sudah mengirim surat ke Pemerintahan Kota Medan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Penataan Ruang (DKPPR) Jln. Jend. Abdul Haris Nasùtion No. 17 Medan yang diterima Kadisnya, Benny Iskandar, S.T., M.T., pada 26 Juni 2020 lalu, kemudian dapat balasan surat No. 593/7050/DPKPPR/VII/2020 terkait Informasi dan Penjelasan dan No. 591/9051/DKPPR/VIII/2020 terkait Penjelasan Tata Ruang tersebut yang terkesan bahwa Kadis DKPPR tidak nyambung, tidak profesional dan tidak pro rakyat. Kok DKPPR melakukan pembiaran? Ada apa ini!?” Ungkap Betsy Tarigan menegaskan penjelasan Silitonga.
Dalam kekesalannya, Betsy Tarigan menuturkan, “Kok, sesuka hati oleh oknum mafia tanah dan DKPPR dengan beraninya melakukan hal ini terhadap kami, keluarga ahli waris almarhum James Tarigan, yakni Betsi Tarigan yang berdomisili di Jalan Abdul Hakim No 45 Pasar I Setia Budi, Kelurahan Selayang, Kecamatan Medan Sunggal, yang harus berusaha payah untuk masuk ke lahan kami warga seluas 25.000 m² (2,5 ha), dengan 16 Surat Sertifikat, yang harapannya bisa dialihfungsikan kembali menjadi lahan persawahan.” Tutur Betsy Tarigan didamping saudara kandungnya Andreas Harpenta.
Ditambahkan Betsy Tarigan, “Sudah jelas akses untuk menuju lahan persawahan ditembok beton setinggi dua meter. Penembokan itu pun menjadi viral di media sosial, dan alhasil pemilik pun sangat keberatan karena selama 39 tahun diusahai pertanian sawah (padi), ubi, jagung, dan ketela. Sayangnya, mencapai dua tahun berlalu sangat membuat hati kami miris dan teriris. Meski demikian, kami sudah banyak korban materi, uang dan tenaga, seolah-olah kami pemilik tanah tumpah darah, kami dianggap menompang di Negera Kesatuan Republik Indonesia ini!” Imbuh Betsy Tarigan didampingi Pengacaranya, Sujed Edward Simanjuntak, S.H., M.H., dan juga didampingi Tulang (Paman)-nya, Kolonel (Purn) Halomoan Silitonga, dan sepupunya.
Sementara itu, menurut kuasa hukum warga, Sujed Edward Simanjuntak, S.H., M.H., “Ada puluhan kepala keluarga yang memiliki lahan di tanah yang ditembok pembatas beton tersebut. Tujuh di antaranya memiliki SHM dari BPN, namun sayangnya, meski persoalan ini sudah mereka laporkan ke Polda Sumut pada Agustus Tahun 2020, tetapi tidak ada tindak lanjut. Ironisnya, surat yang mereka layangkan Dinas dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang (PKP2R) Kota Medan terkait pendirian tembok tersebut ternyata tidak memiliki izin. Sayangnya walau tidak memiliki izin tetapi tembok pembatas beton tersebut tidak juga dibongkar.” Kata Sujed.
Di tempat yang sama, Kolonel (Purn) TNI AD Halomoan Silitonga mengaku sengaja datang dari Jakarta untuk memberikan semangat dan support.
“Saya datang untuk membantu memberikan semangat kepada Saudara-saudara saya, karena lahannya ditembok oleh manusia yang tidak bertanggungjawab, yang beraninya membuat tembok di lahan yang bukan milik penembok, tanpa izin dari pemilik tanah dan tidak berkekuatan hukum di Republik ini. Jelas ini melanggar hukum dan Undang-Undang.” Tutur Silitonga yang purnawirawan dari TNI AD itu.
Ditegaskannya, bahwa mereka sudah berusaha untuk menyelesaikan secara mediasi dan hukum tetapi kepastian hukum itu tidak jelas.
“Di mana letaknya kita ini, Perizinan tembok hanya separoh tapi ditemboknya semua sampai penuh ke lahan kita. Petani di sini jadi resah, tak bisa cari makan, tanah jadi nganggur, tak bisa berbuat apa-apa. Kami sudah berkordinasi ke Polda Sumut, apa tindakan Poldasu? Tidak ada. Apa tindakan BPN? Tidak ada. Tindakan Poldasu masih tindak sidik. Proses hukum sudah dilakukan tapi masih lambat, sementara warga tani sudah sakit dan lapar berat.” Tuturnya.
Selanjutnya, Silitonga menyampaikan, “Agar Bapak Kapoldasu turun ke lapangan melakukan check langsung kepastiannya, agar jangan dipermainkan, apalagi ahli waris. Tunjukkanlah perintah UU untuk kita bangsa Indonesia ini!”
Terakhir, Silitonga menambahkan, bahwa dalam proses sesuai program Presiden Jokowi ia berharap, “Kepada Bapak Jokowi dalam proses pemberantasan mafia tanah untuk yang seolah-olah terkesan ala kompeni khusus di kota Medan harus diberanganguskan, dan ditindak tegas karena lahan kami sudah memiliki Surat Sertifikat Hak Milik (SHM) Sah.” Tegasnya mengakhiri keterangannya.
(Nurlince Hutabarat/ed. MN-Red)
Discussion about this post