LasserNewsToday, Samosir (Sumut) |
Gencarnya pembangunan dengan nilai yang cukup fantastis yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat di Samosir, diantaranya pembangunan Jembatan Tano Ponggol, sesungguhnya masyarakat antusias menyambut pembangunan tersebut. Kendati demikian, masih ada juga terdapat beberapa kendala di lapangan, salah satunya persoalan pembebasan lahan.
Dalam persoalan pembebasan lahan tersebut, kendalanya adalah terkait dengan ganti rugi lahan yang akan dibangun yang tidak sesuai menurut pemilik lahan tersebut sehingga membuat pemilik lahan merasa dirugikan dan melakukan beberapa upaya, yang salah satu di antaranya adalah membuat laporan ke Ombudsman.
Salah seorang warga Samosir pemilik lahan yang merasa dirugikan dan membuat laporan ke Ombudsman adalah Sangkot Manurung, S.H., M.H. Hal ini dilakukan untuk untuk memperjuangkan nilai ganti rugi tanah miliknya dan milik masyarakat atas pelebaran jalan Tano Ponggol yang terletak di Kelurahan Pasar Pangururan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Sangkot Manurung membuat surat Laporan Ke Ombudsman pada (28/12/2020). Hal itu dilakukan setelah suratnya tidak ditanggapi Bupati Samosir dan Kepala Balai Besar Pelaksanaan Pembangunan Jalan Nasional Sumatera Utara di Medan.
Sangkot Manurung sebagai pemilik dan atau kuasa dari masyarakat yaitu: Renta Naibaho, Topen Sihaloho, dan Lereminta Naibaho langsung menindaklanjuti respons Ombudsman RI, yang sebelumnya direspons hanya sebagai surat tembusan disampaikan Sangkot Manurung. Selanjutnya pimpinan Lembaga Ombudsman RI, merespons dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dan Informasi dengan surat Nomor: B/1302/LM.36/1279.2020/XII/2020, tanggal 28 Desember 2020, Perihal: Pemberitahuan atas surat tembusan kepada Ombudsman RI.
Hal itu disampaikanya kepada Wartawan pada Jumat (22/01/2021). Selanjutnya ia mengatakan, “Sebenarnya, ada beberapa orang mau bergabung dari Kelurahan Siogung-ogung, tetapi mereka jadi ragu karena ada info akan dititip di pengadilan, ditambah pengaruh kata-kata seseorang yang menyatakan ‘Tidak mungkin harga bisa berobah karena itu ketentuan Pemerintah Pusat. Maka kata-kata tersebut akan mengganggu mental masyarakat yang minim pendidikan,” Imbuh Sangkot Manurung.
“Namun saya menyampaikan kepada seseorang yang secara kebetulan kami berbincang-bincang di Kantor Lurah Siogung-ogung di hadapan staf kelurahan tersebut. Sekalipun Pemerintah Pusat tentu ada hak usul dari Pemda agar masyarakat tidak dirugikan dan masyarakat akan sulit mendapatkan tanah pengganti dengan fasilitas yang sama.” Katanya.
Menurutnya akan lebih baik jika Pemerintah merelokasi lahan masyarakat tersebut.
“Bahwa sisa tanah dari yang telah diganti rugi tersebut akan sulit dipergunakan sesuai kebutuhan, sementara nilai tanah pada masyarakat sekitar akan bertambah tinggi oleh dan atas kemajuan pembangunan. Sebaiknya Pemerintah lebih tepat jika merelokasikan tanah ke tempat yang bisa lebih mensejahterakan,” Tuturnya.
Secara khusus kekecewaan Sangkot Manurung adalah kepada Pemerintah Kabupaten Samosir beserta jajarannya hingga ke kelurahan, bahwa ia beserta masyarakat lainya (pemberi kuasa) tidak pernah diundang untuk pertemuan terkait ganti rugi yang akan dilakukan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Tetapi setelah terjadi klaim dari Sangkot Manurung kepada salah satu pejabat Balai dan Pemerintah Daerah Samosir, maka secara mendadak mengirimkan undangan melalui WA Lurah Kelurahan Pasar Pangururan pada tanggal. 09 November 2020, pukuk 15.05 WIB, untuk hadir tanggal 11 November 2020.
Sangkot Manurung menduga bahwa “Perbuatan ini terjadi setelah kami mengklaim dokumen nilai ganti rugi dan untuk menutupi kelalaian Pemerintah Samosir dan pihak Balai sebelumnya, karena tenggang waktu undangan dikirim dengan hari/waktu acara pertemuan (11/11/2020) tidak memungkinkan untuk kami tempuh, berhubung karena kami berdomisili di Sumatera Barat, terkecuali ada pesawat dari Sumatera Barat ke Samosir dalam keadaan lancar pada saat pandemi Covid-19.” Kata Sangkot Manurung mengungkapkan dugaannya.
(TBN/ed. MN-Red)
Discussion about this post