LasserNewsToday
Sabtu, 28 Januari 2023
  • HOME
  • BERITA
    • Artikel
    • Opini
    • Nasional
    • Jabodetabek
    • Lingga
    • Sumut
    • Seputar Kota
    • Medan
    • Siantar
    • Simalungun
    • TNI-Polri
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
    • Entertainment
    • Inspirasi
    • Kisah
    • Wisata
    • Kuliner
  • OLAHRAGA
  • TEKNOLOGI
    • Gadget
    • Internet
    • Aplikasi
  • TIPS
    • Tips Sehat
    • Manfaat
  • IKLAN
No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
    • Artikel
    • Opini
    • Nasional
    • Jabodetabek
    • Lingga
    • Sumut
    • Seputar Kota
    • Medan
    • Siantar
    • Simalungun
    • TNI-Polri
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
    • Entertainment
    • Inspirasi
    • Kisah
    • Wisata
    • Kuliner
  • OLAHRAGA
  • TEKNOLOGI
    • Gadget
    • Internet
    • Aplikasi
  • TIPS
    • Tips Sehat
    • Manfaat
  • IKLAN
No Result
View All Result
LasserNewsToday
No Result
View All Result
  • News
  • Siantar
  • Simalungun
  • Medan
  • Sumut
  • Kepri
  • Jabodetabek
  • Nasional
  • TNI-POLRI

Dari Mana Nama “Indonesia” Berasal?

by REDAKSI
Minggu, 31 Januari 2021
Peta Kepulauan Indonesia di masa kekuasaan Belanda. (Foto: histori.id)

Peta Kepulauan Indonesia di masa kekuasaan Belanda. (Foto: histori.id)

565
SHARES
3.8k
VIEWS
Share on WhatsAppShare on FacebookShare on TwitterShare to mail

LasserNewsToday.com |

Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa ‘Indoa’ menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan bahasa Sansekerta – dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban Jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jamaah haji kita masih sering dipanggil ‘Jawa’ oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatera), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah ‘Hindia’. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut ‘Hindia Muka’ dan daratan Asia Tenggara dinamai ‘Hindia Belakang’. Sedangkan tanah air memperoleh nama ‘Kepulauan Hindia’ (Indische Archipel, Indian Archipelago, I’Archipel Indien) atau ‘Hindia Timur’ (Oost Indie, East Indies, Indies Orentales). Nama lain yang juga dipakai adalah ‘Keplulauan Melayu’ (Maleische Archipel, Malay Archipelago, I’Archipel Malais).

Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1042 – 1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820 – 1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga ‘Kepulauan Hindia’ (Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang popular.

Nusantara

Pada tahun 1920, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879 – 1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata ‘India’. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh JLA. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Pengertian ‘nusantara’ yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian ‘nusantara’ zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, ‘nusantara’ digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis: ‘Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa’ (Jika telah kalau pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).

Oleh Dr. Setiabudi kata ‘nusantara’ zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu ‘nusa di antara dua benua dan dua samudera’, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi ‘nusantara’ yang modern. Istilah ‘nusantara’ dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi popular penggunaannya sebagai alternative dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah ‘nusantara’ tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit suatu majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archpelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819 – 1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813 – 1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66 – 74, Earl menulis artikel On the Leadaing Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa suda tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Melayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis.

Earl itu sendiri menyatakan memilih nama Melayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Melayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka), dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Melayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252 – 347, James Richardson Logan menulis artikel: The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah ‘Indian Archipelago’ terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nana Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf ‘u’ digantinya dengan huruf ‘o’ agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:

“Mr. Earl suggested the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Melayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.”

[Tuan Earl menyarankan istilah etnografis Indunesian, tetapi menolaknya demi Melayunesian. Saya lebih suka pada istilah gegrafis Indonesia murni, yang hanya merupakan sinonim pendek untuk Pulau-pulau India atau Kepulauan India].

Ketika mengusulkan nama ‘Indonesia’ agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama ‘Indonesia’ dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang membuat hasil pelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang mempopulerkan istilah ‘Indonesia’ di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah ‘Indonesia’ itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah ‘Indonesia’ itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah ‘Indonesia’ adalah Suwardi Sryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bereau. Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesier (orang Indonesia).

Identitas Politik

 Pada dasawarsa 1920-an, nama ‘Indonesia’ yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama ‘Indonesia’ akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya Pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya: “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut ‘Hindia Belanda’. Juga tidak ‘Hindia’ saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkan tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Di tanah air, Dr. Soetomo mendirikan Indisische Studie Club pada tahun 1924. Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan National Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama ‘Indonesia’. Akhirnya nama ‘Indonesia’ dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939, tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat, parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutarjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama ‘Indonesia’ diresmikan sebagai pengganti nama ‘Nederlandsch-Indie’. Tetapi Belanda menolak mosi ini.

Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama ‘Hindia Belanda’. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, lahirlah Republik Indonesia. [Sumber: histori.id]

(LNT-Lnsr/ed. MN-Red)

SendShare226Tweet141Send

Artikel Terkait

Fiki Andriki (kanan), juragan telur di Purwakarta, Jabar, berawal dari ngecer telur 1 kg ke para tetangga. (Foto: Youtube Maula Akbar).

Fiki Andriki, Barawal dari Mangecer 1 Kg Kepada Tetangga Bisa Jadi Juragan Telur

16 November 2022

LasserNewsToday, Purwakarta | Siapa bisa menyangka, sesuatu yang besar berawal dari usaha kecil. Berkat keuletan, keyakinan, dan kesabaran, seorang pemuda...

Masyarakat berebut bubur pedas khas Masjid Agung Al Mashun, Medan. Bubur gratis ini hanya tersedia selama bulan Ramadan. (Foto: Histori.id/Mas Jono/Shutterstock).

Makan “Bubur Pedas”, Tradisi Berbuka Puasa Masyarakat Melayu

16 April 2021

(Oleh: Risa Herdahita Putri) LasserNewsToday.com | "Menu ini tercatat dalam laporan Snouck Hurgronje. Konon telah menjadi tradisi sejak era Kesultanan...

Discussion about this post

TRENDING

  • Inilah Jenis Ulat yang Bisa Berubah Menjadi Kupu-kupu Super Cantik

    980 shares
    Share 392 Tweet 245
  • Sah..!! Ini Dia Nama 72 Kepala Desa Sekabupaten Simalungun Yang Dilantik Bupati Simalungun DR JR Saragih SH MM

    855 shares
    Share 342 Tweet 214
  • Selain Beroperasi & Ongkos Berlipat, Paradep Taxi Jamin Penumpang Bebas Penyekatan Tanpa Rapid Test

    930 shares
    Share 372 Tweet 233
  • Harga Pil Ekstasi “Dibandrol” Rp 250 ribu Perbutir di Tempat Hiburan Malam Kota Pematangsiantar(?)

    613 shares
    Share 245 Tweet 153
  • Beutamin Hydrogen Plus Bukan Herbal Melainkan Detoks Air Dari Produk Biovital Sembukan Berbagai Penyakit

    1072 shares
    Share 429 Tweet 268
  • Sampantao Fighting Club Kirim Petarungnya di Kejurnas Tinju Junior-Youth 2019 Sumut

    564 shares
    Share 226 Tweet 141
  • Contact
  • Terms
  • Disclaimer
  • Kode Etik
  • Pedoman
  • Policy

© 2018-2021 Lasser News Today

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba TerbaikBarak ID

No Result
View All Result
  • HOME
  • BERITA
    • Artikel
    • Opini
    • Nasional
    • Jabodetabek
    • Lingga
    • Sumut
    • Seputar Kota
    • Medan
    • Siantar
    • Simalungun
    • TNI-Polri
  • INTERNASIONAL
  • HIBURAN
    • Entertainment
    • Inspirasi
    • Kisah
    • Wisata
    • Kuliner
  • OLAHRAGA
  • TEKNOLOGI
    • Gadget
    • Internet
    • Aplikasi
  • TIPS
    • Tips Sehat
    • Manfaat
  • IKLAN

© 2018-2021 Lasser News Today

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba TerbaikBarak ID