beritaseru!
Kerusuhan di Tanjung Balai pecah, puncaknya terjadi pada Jumat (29/7/2016). Penyebabnya, dikarenakan adanya keluhan dari seorang warga etnis Tionghoa, Meliana (41) yang merasa keberatan soal suara azan dari masjid Al-Makshum di depan rumahnya Jalan Karya Kelurahan Tanjung Balai Kota I Kecamatan Tanjung Balai Selatan Kota Tanjung Balai.
Terkait peristiwa tersebut, sedikitnya tujuh orang yang diduga sebagai provokator dan penjarah barang-barang di vihara diamankan dan diperiksa di Polres Tanjung Balai. Sementara dalang yang sesungguhnya hingga kini masih dicari keberadaannya. Pembakaran vihara yang terjadi menjelang tengah malam itu hingga kini masih menjadi tanda tanya besar. Benarkah kerusuhan hanya dilakukan oleh warga biasa yang geram terhadap warga Tionghoa yang keberatan soal suara azan di masjid tersebut?
Sebelum kerusuhan terjadi, Meliana sempat diamankan ke Polsek Tanjung Balai Selatan dan memfasilitasi pertemuannya dengan beberapa tokoh agama diantaranya Ketua Majelis Ulama Indonesia Tanjung Balai, Ketua Front Pembela Islam (FPI) Tanjung Balai, Camat dan sejumlah tokoh masyarakat.
Di luar dari Polsek Tanjung Balai, ratusan massa yang diketahui terdiri dari warga, mahasiswa dan diduga anggota FPI sudah mulai berkumpul dan melakukan orasi. Tak lama, petugas turun tangan guna menenangkan massa yang sempat tersulut emosi dan mereka pun bersedia untuk membubarkan diri.
Namun, menjelang dua jam setelah membubarkan diri kemudian massa berkumpul lagi, kali ini emosinya tak terbendung. Diduga memuncaknya emosi warga akibat adanya pesan provokasi berantai yang diunggah ke media sosial oleh orang tak bertanggung jawab yang hingga kini masih diselidiki petugas.
Tak lama setelah itu, massa lalu mendatangi rumah Meliana dan bermaksud membakarnya namun gagal karena dihalau warga sekitar dan api yang sempat menyala di rumah itu langsung dipadamkan. Tak puas dengan itu, massa yang jumlahnya semakin banyak dan semakin panas lalu bergerak menuju Vihara Juanda yang berjarak sekitar 500 meter dari kediaman Meliana dan berupaya untuk membakarnya. Niat massa tersebut sebelumnya sempat dihadang oleh para petugas Polres Tanjung Balai, beberapa dari massa yang marah kemudian melempar vihara dengan batu dan kerusuhan pun tak dapat dihindari.
“Ratusan warga menyerang, membakar vihara dan menjarah isinya. Yang paling banyak dibakar itu alat-alat persembahyangan, sedangkan bangunannya tidak seluruhnya terbakar,” kata juru bicara Kepolisian daerah Sumatera Utara, Kombes Rina Sari Ginting sebagaimana yang beritaseru! kutip CNN Indonesia.
Saat ditanya mengapa massa bisa leluasa mengamuk dan seakan dibiarkan, Rina Ginting mengatakan bahwa pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin dan tidak ada melakukan pembiaran terhadap perbuatan massa tersebut.
“Kami masih sedang mendalami kasus ini, namun isu yang beredar soal pembiaran tersebut tidak benar, tidak betul polisi membiarkan itu,” sangkalnya.
Menurutnya, saat berlangsung dialog massa yang berada di luar sudah bergerak sendiri dan sulit terbendung.
“Mereka bergerak cepat dan kami berusaha meminta mereka untuk membubarkan diri dan tidak melakukan kekerasan. Namun karena jumlah polisi sangat terbatas, tentu saja kewalahan menghalangi massa yang jumlahnya begitu banyak,” ungkapnya.
FPI Terlibat?
Ketika disinggung apakah ada keterlibatan ormas FPI dalam kerusuhan dan pembakaran terhadap beberapa vihara di Tanjung Balai tersebut, dirinya mengaku masih menyelidiki kebenaran tersebut.
“Kami terus mendalami, dan menyelidiki siapa pelaku-pelakunya, siapa dalangnya. Mereka pasti ditindak, karena ini merupakan perbuatan pidana,” tegasnya.
Adapun tujuh orang yang sudah ‘diamankan’ dan masih diinterogasi, terkait dugaan penjarahan saat kejadian, bukan pada tindakan perusakan dan pembakaran.
Penyebab Lain
Ditempat terpisah, muncul pengakuan dari seorang warga yang identitasnya tak ingin diketahui publik mengatakan bahwa penyebab kerusuhan di Tanjung Balai bukan hanya karena keberatan seorang warga terhadap suara azan yang dikumandangkan di masjid namun karena adanya isu-isu miring yang menimpa seorang yang mengelola beberapa vihara yang menjadi sasaran penyerangan. Alasan itu dikatakan menjadi pemicu oleh massa untuk melakukan penyerangan dan pengrusakan. Saat ditanya secara detil tentang penyebab lain apa yang dimagsud, warga ini enggan mengungkapkan. (CNNI/fb)
Discussion about this post